Foreplay sebelum jima’
sangatlah penting, hal itu dilakukan untuk membangkitkan syahwat pasangan suami
istri dan Islam memperbolehkan bagi keduanya berhubungan intim dengan cara
apapun dan dengan gaya apapun, selama hubungan intim yang mereka lakukan tersebut
tidak menyelisihi syari’at Islam.
Allah befirman :
نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا
حَرْثَكُمْ أَنَّىٰ شِئْتُمْ ۖ وَقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ
وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلَاقُوهُ ۗ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ
Isteri-isterimu adalah
(seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat
bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang
baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu
kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.
(QS. Al-Baqarah : 223).
Imam Syafi'i rohimahullah mengomentari ayat di atas di dalam kitab tafsirnya Tafsir Imam Syafi'i :
قال اللَّه - عز وجل: (نِسَاؤُكُمْ
حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ
وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلَاقُوهُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ
(223) الآية، قال: وبيِّن أن موضع الحرث موضع الولد، وأن اللَّه تعالى أباح
الإتيان فيه إلا في وقت المحيض
Allah ‘Azza wa Jalla
berfirman :
“Isteri-isterimu adalah
(seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat
bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang
baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu
kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.
(QS. Al-Baqarah : 223).”
Ayat ini menjelaskan bahwa
tempat bercocok tanam adalah tempat keluarnya anak. Dan Allah membolehkan untuk
melakukannysa kecuali pada saat istri haid. (Tafsir Al-Imaam As-Syafi’i, jilid 1
halaman 340).
Dari dalil inilah kemudian
para ulama membolehkan berhubungan intim dengan cara apapun kecuali di anus, karena
diharamkan di dalam Islam.
Lalu bagaimana dengan dengan foreplay ala barat yang sekarang diperbincangkan oleh kaum muslimin?yaitu Oral Seks? Boleh ataukah dilarang?
Hukum Oral Seks dalam pandangan Islam
Syekh Musa Mayan
rohimahullah murid Syekh bin Baz dan Syekh Utsaimin, beliau pernah ditanya
tentang hukum Oral Seks.
السؤال:
ما حكم تقبيل الفرج لكل من الزوجين
بعضهما لبعض؟
Pertanyaan :
Apa
hukum mencium kemaluan pasangan (oral seks)? Suami mencium kemaluan istri dan
istri mencium kemaluan suami?
الإجابة:
Jawaban
:
لا حرج في ذلك فللرجل أن يستمتع
بزوجته بكل شيء منها من جسدها ماعدا ما استثناه الشرع فلا يجوز له جماعها في الدبر
ولا جماعها في الحيض والنفاس أما تقبيل الفرج فلا حرج فيه وهو من ضمن الحلال الذي
لم يرد فيه تحريم وسكت الشرع عنه فدل ذلك أنه باق على البراءة الأصلية وهو الجواز
لذلك والمحرم له عليه بالدليل ولا دليل على المنع فلذلك قلت بجوازه
Tidak mengapa, seorang
laki-laki dapat menikmati istrinya dengan seluruh anggota tubuhnya, kecuali
yang dikecualikan oleh syariat, maka tidak boleh baginya untuk bersetubuh
dengan istrinya di anus, atau menyetubuhinya ketika haid. dan nifas. Adapun mencium
kemaluan pasangannya, maka tidak ada masalah. Itu sesuatu yang dihalalkan
karena tidak ada dalil yang mengharamkan, dan syari’at pun mendiamkannya.
Sehingga oral seks semacam itu kembali ke hukum asal yaitu boleh. Dan yang
menyatakan haramnya harus mendatangkan dalil, akan tetapi tidak ada dalil
yang melarang perbuatan seperti ini. Maka dari itu saya berpendapat hukumnya
boleh. (Website Islamway).
Begitu pula mencium kemaluan
istri, maka dibolehkan oleh para ulama.
Imam Abul Hasan Al-Mardawi
Al-Hanbali rohimahullah menuqil perkataan Al-Qadhi rohimahullah di dalam kitabnya Al-Inshof Fii Ma’rifatir Roojih minal Khilaf :
قَالَ الْقَاضِي فِي الْجَامِعِ: يَجُوزُ
تَقْبِيلُ فَرْجِ الْمَرْأَةِ قَبْلَ الْجِمَاعِ، وَيُكْرَهُ بَعْدَهُ
Al-Qadhi berkata di dalam
Al-Jaami’ : boleh mencium kemaluan istri sebelum jima’ dan dimakruhkan setelah
jima’. (Al-Inshof Fii Ma’rifatir Roojih minal Khilaf, jilid 8 halaman 33).
Maka dari itu, oral seks
dibolehkan oleh beberapa ulama disebabkan tidak ada dalil tegas yang melarangnya.
Dan menurut syekh Musa Mayan rohimahullah, siapa saja yang melarangnya harus
mendatangkan dalil khusus yang melarang perbuatan oral seks tersebut. Karena
Islam membolehkan segala sesuatu bagi suami istri kecuali menyetubuhi istri di
dubur, maka ini diharamkan. Begitu juga suami mencium kemaluan istri, maka
menurut Al-Qadhi, hal itu diperbolehkan, namun makruh setelah jima’. Artinya dia
mencium kemaluannya tanpa melakukan jima’.
Semoga bermanfaat.
Penulis : Fastabikul Randa
Ar-Riyawi