Bersyukur kepada Allah atas
nikmat yang telah diberikan merupakan suatu kewajiban, sebagai bentuk
terimakasih kepada yang telah memberikan nikmat tersebut kepadanya.
Bagaimana cara seorang
muslim bersyukur?
Imam Ibnu Taimiyah
rohimahullah berkata :
وَأَنَّ الشُّكْرَ يَكُونُ
بِالْقَلْبِ وَاللِّسَانِ وَالْجَوَارِحِ وَالْحَمْدُ لَا يَكُونُ إلَّا
بِاللِّسَانِ
Syukur itu haruslah dijalani
dengan hati, lisan, dan anggota badan. Adapun Al-hamdu hanya di lisan.
(Majmu’ Al-Fatawa, jilid 11 halaman 135).
Dari Abu Hurairah
rodhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
انْظُرُوا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ
مِنْكُمْ، وَلَا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ، فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لَا
تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللهِ
Lihatlah orang yang berada
di bawah kamu, dan jangan lihat orang yang berada di atas kamu, karena dengan
begitu kamu tidak meremehkan nikmat Allah yang diberikan-Nya kepada kamu. (HR.
Muslim, hadist no. 2963).
Oleh karnanya seorang muslim
hendaknya melihat orang yang berada di bawahnya dalam mensyukuri nikmat Allah.
Karna dengan melihat orang yang berada di bawahnya, dia akan berfikir bahwa masih
ada orang yang lebih sulit daripada dirinya. Dengan begitu akan semakin mudah
baginya mensyukuri apa yang diberikan Allah pada dirinya. Beda halnya ketika
dia melihat orang yang berada di atasnya, dia akan merasa tidak cukup dengan apa
yang Allah berikan kepadanya. Tetangganya punya mobil baru, dia ingin seperti yang
dimiliki tetangganya tersebut. Dia akan sulit bersyukur kepada Allah, maka dari
itu baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar melihat
orang yang berada di bawahnya agar hatinya menjadi lunak dan menjadikan dia
mudah untuk mensyukuri nikmat yang telah diberikan kepadanya.
Namun ada orang yang dikatakan
belum bersyukur kepada Allah, padahal dia sudah bersyukur dengan lisannya.
Ibnu Rojab Al-Hanbali
rohimahullah berkata di dalam kitabnya Jaami’ Al-‘Uluum wa Al-Hikam :
وَأَمَّا مَنْ شَكَرَ بِلِسَانِهِ،
وَلَمْ يَشْكُرْ بِجَمِيعِ أَعْضَائِهِ، فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ رَجُلٍ لَهُ كِسَاءٌ،
فَأَخَذَ بِطَرَفِهِ، فَلَمْ يَلْبَسْهُ، فَلَمْ يَنْفَعْهُ ذَلِكَ مِنَ الْحَرِّ
وَالْبَرْدِ وَالثَّلْجِ وَالْمَطَرِ
Siapa saja yang bersyukur
dengan lisannya, namun tidak bersyukur dengan anggota badan lainnya, itu
seperti seseorang yang mengenakan pakaian. Dia ambil ujung pakaian saja, tidak dia
kenakan seluruhnya. Maka pakaian tersebut tidaklah manfaat untuknya untuk
melindungi dirinya dari panas, dingin, salju dan hujan. (Jaami’ Al-‘Uluum wa
Al-Hikam, jilid 2 halaman 84).
Untuk itu, seorang muslim
haruslah bersyukur dengan anggota badan juga dan tidak cukup hanya dengan
melafadzkan syukur melalui lisan semata, karena syukur butuh bukti bukan hanya
sekedar ucapan. Ibarat orang yang menyatakan cinta saja butuh bukti, yaitu
dengan mendatangi orang tuanya, bukan hanya sekedar ucapan. Begitu pula
hakikatnya bersyukur, diucapkan dengan lisan, dijalani dengan hati dan
dibuktikan dengan anggota badan dengan cara bersedekah, membantu orang yang
sedang kesusahan dan beragam macam lainnya.
Inilah yang dikatakan benar-benar
bersyukur kepada Allah, dan orang seperti ini insyaAllah akan mendapatkan
tambahan nikmat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Allah berfirman :
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ
شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Dan (ingatlah juga), tatkala
Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan
menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS. Ibrahim : 7).
MasyaAllah, jadilah hamba
Allah yang bersyukur, apapun yang Allah berikan kepada kita, baik itu harta
yang banyak, istri, anak-anak yang lucu dan imut ataupun jabatan yang tinggi,
itu semua hanya titipan Allah dan bisa diambil Allah dalam sekejap.
Sedangkan baginda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam saja, kekasih Allah dan dijamin surga baginya,
beliau masih tetap bersyukur kepada Allah dengan melakukan shalat malam sampai
kaki beliau bengkak. Ketika istri beliau (Aisyah) menanyakan hal itu, maka
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab :
يَا عَائِشَةُ أَفَلَا أَكُونُ
عَبْدًا شَكُورًا
Wahai Aisyah, bukankah
seharusnya aku menjadi hamba yang bersyukur? (HR. Muslim, hadist no. 2820).
Allahu Akbar, siapa antum
dibandingkan baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau saja yang
sudah dijamin masuk surga serta dosa yang telah lalu dan akan datang sudah diampuni
oleh Allah, namun beliau masih tetap bersyukur dengan banyak mengerjakan ibadah
kepada Allah, lalu kenapa kita yang bukan siapa-siapa terkadang tidak
menysukuri nikmat Allah? Maka dari sekarang mari kita syukuri nikmat yang Allah
berikan kepada kita. Apapun bentuknya itu semua adalah pemberian Allah kepada
kita yang sifatnya sementara. Dan kalau kita bersyukur kepada Allah, niscaya Allah
akan menambah nikmatnya kepada kita, akan tetapi jika tidak mensyukurinya, maka
Allah akan mengazab siapa saja yang kufur nikmat.
Semoga bermanfaat.
Penulis : Fastabikul Randa
Ar-Riyawi