Islam sangat menjaga
kehormatan seorang muslim dan menjunjung tinggi adab dalam kehidupan
sehari-hari. Salah satunya adalah Islam mengajarkan bagaimana seorang muslim
berbicara yang benar kepada sesama muslim lainnya.
Dari Abu Hurairah rodhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ كانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ
وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيصْمُتْ
Barangsiapa yang beriman
kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia mengatakan perkataan yang baik
atau jika tidak maka hendaklah dia diam. (HR. Muslim, hadist no. 47).
Imam An-Nawawi rohimahullah
mengomentari hadist di atas di dalam kitabnya Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim :
فمعناه أنه إذا أراد أن يتكلم فإن
كان ما يتكلم به خيرا محققا يثاب عليه واجبا اومندوبا فليتكلم وإن لم يظهر له أنه
خير يثاب عليه فليمسك عن الكلام سواء ظهر له أنه حرام أو مكروه أو مباح
Artinya apabila seseorang
ingin berbicara, apabila yang akan dia katakan itu baik dan benar dan berpahala
jika dia mengatakannya, baik wajib ataupun dianjurkan, maka hendaklah dia
mengatakannya. Dan jika tidak tampak bahwa yang dia katakan itu baik dan
berpahala, maka hendaklah dia menahan perkataannya itu, apakah tampak pada
perkataan yang akan dia bicarakan itu dilarang, makruh ataukah dibolehkan. (Al-Minhaj
Syarah Shahih Muslim, jilid 2 halaman 19).
Betapa banyak orang yang
tidak memikirkan apa yang akan dia ucapkan terlebih dahulu, yang pada akhirnya
bisa menyakiti lawan bicaranya. Inilah yang dilarang di dalam Islam dan Islam
memperingatkan untuk memikirkan perkataan yang hendak dikatakan kepada orang
lain, agar tidak menyakiti orang lain.
Perlu diketahui, bahwa hanya
dengan satu perkataan saja, seseorang bisa dimasukkan Allah ke dalam surga-nya
dan dengan satu perkataan juga seseorang bisa dimasukkan Allah ke dalam neraka.
Dari Abu Hurairah
rodhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ
بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا يَرْفَعُ اللَّهُ
بِهَا دَرَجَاتٍ وَإِنَّ الْعَبْدَ لِيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ
اللَّهِ لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا يَهْوِي بِهَا فِي جَهَنَّمَ
Sesungguhnya ada seorang
hamba berbicara dengan suatu perkataan yang tidak dia pikirkan lalu Allah
mengangkat derajatnya disebabkan perkataannya itu. Dan ada juga seorang hamba
yang berbicara dengan suatu perkataan yang membuat Allah murka dan tidak pernah
dipikirkan bahayanya lalu dia dilemparkan ke dalam Jahannam. (HR. Bukhari,
Mirqootul Mafaatih, hadist no. 4813).
Dari Abu Hurairah
rodhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ
بِالْكَلِمَةِ، مَا يَتَبَيَّنُ مَا فِيهَا، يَهْوِي بِهَا فِي النَّارِ، أَبْعَدَ
مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ
Sesungguhnya ada seorang
hamba yang berbicara dengan suatu perkataan yang tidak dipikirkan bahayanya
terlebih dahulu, sehingga membuatnya dilempar ke neraka dengan jarak yang lebih
jauh dari pada jarak antara timur dan barat. (HR. Muslim, hadist no. 2988).
Na’udzubillah, hanya dengan
yang perkataan buruk yang dikatakan manusia, dia bisa dilemparkan ke dalam
neraka. Kenapa? Karena boleh jadi perkataannya tersebut mengandung kekufuran
yang menyebabkan dia keluar dari Islam ataupun menyakiti hati sesama muslim dan
menyebabkan orang yang mendengar perkataannya tersebut menjadi sakit hati,
sementara dia tidak meminta maaf sampai mati. Maka dia menebus kesalahannya itu
di akhirat nanti dan apabila semua kebaikannya telah habis diberikan kepada
orang yang dia zalimi, sementara kesalahannya belum tertebus kepada orang lain,
maka dia akan mengambil keburukan orang lain, ditimpakan kepadanya, dan yang
lebih menyakitkan adalah dia dilemparkan ke dalam neraka.
Dari Abu Hurairah
rodhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي
يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ، وَصِيَامٍ، وَزَكَاةٍ، وَيَأْتِي قَدْ
شَتَمَ هَذَا، وَقَذَفَ هَذَا، وَأَكَلَ مَالَ هَذَا، وَسَفَكَ دَمَ هَذَا،
وَضَرَبَ هَذَا، فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ،
فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ
خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ، ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ
Sesungguhnya orang yang
bangkrut dari umatku adalah, ada orang yang datang pada hari kiamat membawa pahala
shalat, puasa dan zakat, namun ketika di dunia dia pernah mencaci dan salah
menuduh orang lain, makan harta, menumpahkan darah dan memukul orang lain
(tanpa hak). Maka orang-orang itu akan diberi pahala dari kebaikan-kebaikannya.
Jika telah habis kebaikan-kebaikannya, maka dosa-dosa mereka akan ditimpakan
kepadanya, kemudian dia akan dilemparkan ke dalam neraka. (HR. Muslim, hadist
no. 2581).
Betapa ruginya orang-orang
yang tidak bisa menahan mulutnya dari berbicara kotor sewaktu di dunia, di mana
dia akan menerima akibatnya di akhirat kelak. Maka dari itu ada sebuah ungkapan
menyebutkan :
سلامة الإنسان، في حفظ اللسان
Selamatnya manusia apabila
menjaga lisannya. (Al-Muhaadorot Fil Lughoti wal Adabi, jilid 1 halaman 130).
Begitu juga ada sebuah
ungkapan menyebutkan : “mulutmu harimaumu yang akan menerkam kepalamu.”
Mulutmu surga dan nerakamu,
oleh karnanya jaga mulut dari mengatakan sesuatu yang bisa menyakiti orang lain
dan dari sesuatu yang menyebabkan seseorang menjadi kufur dan pada akhirnya bisa
dilemparkan ke jurang neraka.
Jaga lisanmu, jika tidak
bisa mengatakan sesuatu yang baik, maka hendaknya dia diam, karena diam lebih
baik jika dia berbicara yang pada akhirnya malah menyakiti hati orang lain.
Syekh Utsaimin mengomentari
hadist di atas yang menerangkan tentang diam lebih baik daripada berbicara,
namun menyakiti hati orang lain.
Beliau rohimahullah berkata
di dalam kitab Syarah Al-‘aqidah As-Safaariniyyah :
فهذا يدل بظاهره على وجوب السكوت
إذا لم يكن القول خيراً
Hadist ini menunjukkan
wajibnya diam apabila diyakini jika dia berkata, maka perkataannya tidak baik.
(Syarah Al-‘aqidah As-Safaariniyyah, jilid 1 halaman 425).
Jika tidak bisa berkata
baik, maka diam lebih baik dan selamat baginya, daripada berbicara, namun
menyakiti orang lain dan malah menimbulkan mudorot bagi dirinya sendiri.
Semoga bermanfaat.
Penulis : Fastabikul Randa
Ar-Riyawi