Masih ada di antara
masyarakat Indonesia yang berkeyakinan bahwa menikah di bulan Muharram tidak
diperbolehkan, karna mereka menganggap bahwa menikah di bulan Muharram itu akan
menyebabkan musibah, padahal tidak ada satupun dalil dari Al-Qur’an maupun
Hadist Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang melarangnya dan kepercayaan ini
merupakan mitos yang turun-temurun yang tidak berdasar sama sekali.
Perlu diketahui, bahwa tidak
ada satu makhluk pun yang bisa mendatangkan manfaat dan mudorot kecuali Allah
saja.
Allah berfirman :
قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي
نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ ۚ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ
الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ ۚ إِنْ أَنَا
إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Katakanlah : "Aku tidak
berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak pula menolak kemudharatan kecuali
yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku
membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan.
Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi
orang-orang yang beriman". (QS. Al-A’raf : 188).
Kepercayaan bahwa menikah di
bulan Muharram bisa menimbulkan musibah adalah mitos dan termasuk Tathayyur di
dalam Islam.
Apa itu Tathayyur?
Tathayyur adalah menganggap
sial sesuatu. Contohnya seperti menganggap bulan Muharram adalah bulan keramat,
sehingga menikah di bulan tersebut akan mendatangkan bencana.
Inilah yang disebut Tathayyur
dan perbuatan ini tidak diperbolehkan di dalam Islam karena percaya bahwa
makhluk Allah bisa mendatangkan manfaat dan mudorot. Padahal yang bisa
mendatangkan manfaat dan mudorot hanya Allah saja. Dan yang perlu diwaspadai
lagi adalah bahwa perbuatan Tathayyur termasuk kesyirikan di dalam Islam.
Dari Abdullah bin Mas’ud
rodhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
الطِّيَرَةُ شِرْكٌ، الطِّيَرَةُ
شِرْكٌ، ثَلَاثًا، وَمَا مِنَّا إِلَّا وَلَكِنَّ اللَّهَ يُذْهِبُهُ
بِالتَّوَكُّلِ
Beranggapan sial termasuk
kesyirikan, beranggapan sial termasuk kesyirikan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam mengatakannya sampai 3 kali. Ibnu Mas’ud berkata : “Tidak ada yang
bisa menghilangkan prasangka jelek dalam hatinya. Namun Allah-lah yang
menghilangkan anggapan sial tersebut dengan tawakal.” (HR. Abu Daud, hadist no.
3910).
Ibnu Daqiq rohimahullah juga
membawakan hadist di atas di dalam kitabnya Al-Iqtirah Fii Bayaanil Isthilah
dan mengomentarinya :
أخرجه أَبُو دَاوُد وَابْن مَاجَه
وَالتِّرْمِذِيّ وَصَححهُ
Dikeluarkan oleh Abu Daud,
Ibnu Majah dan At-Tirmidzi dan dia (Imam At-Tirmidzi) menshahihkannya. (Al-Iqtirah
Fii Bayaanil Isthilah, jilid 1 halaman 125).
Imam Ibnu Hajar Al-Haitami
rohimahullah berkata di dalam kitabnya Tuhfatul Muhtaj :
وَقَوْلُهُ وَيُسَنُّ أَنْ
يَتَزَوَّجَ فِي شَوَّالٍ أَيْ حَيْثُ كَانَ يُمْكِنُهُ فِيهِ وَفِي غَيْرِهِ
عَلَى السَّوَاءِ فَإِنْ وُجِدَ سَبَبٌ لِلنِّكَاحِ فِي غَيْرِهِ فَعَلَهُ وَصَحَّ
التَّرْغِيبُ فِي الصَّفَرِ أَيْضًا رَوَى الزُّهْرِيُّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - زَوَّجَ ابْنَتَهُ فَاطِمَةَ عَلِيًّا فِي
شَهْرِ صَفَرٍ
Perkataan disunnahkan
menikah di bulan Syawal, artinya jika pernikahan dilakukan di bulan Syawal dan
selain bulan Syawal itu sama saja. Dan jika ada sebab yang mendorong pernikahan
di selain bulan Syawal, maka hendaknya dia melangsungkan pernikahan. Dan ini
berlaku juga anjuran menikah di bulan Shafar berdasarkan hadist yang
diriwayatkan dari Al-Zuhri, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menikahi Aisyah di bulan Syawal dan menikahkan putrinya (Fatimah) dengan Ali di
bulan Shafar. (Tuhfatul Muhtaj, jilid 7 halaman 189).
Menurut Imam Ibnu Hajar
Al-Haitami rohimahullah bahwa menikah di bulan syawal dan bulan lainnya sama saja,
tidak ada larangan menikah di bulan apapun, karena tidak ada dalil yang
melarangnya.
Oleh karna itu, menikah di
bulan Syawal, Muharram, Shafar, Dzulqa’dah dan bulan-bulan lainnya
diperbolehkan di dalam Islam.
Adapun keyakinan menikah di
bulan Muharram akan mendatangkan kesialan atau musibah termasuk Tathayyur dan
tidak berdasar sama sekali. Dan perbuatan Tathayyur termasuk kesyirikan karena
menganggap makhluk Allah bisa mendatangkan manfaat dan mudorot. Padalah, yang
bisa mendatangkan manfaat dan mudorot hanya Allah saja.
Maka pelaku Tathayyur harus
segera bertobat dari perbuatan Tathayyur itu dan menghilangkan keyakinan tresebut,
dan jika dia bertobat, insyaAllah dosanya akan diampuni oleh Allah Subhanahu wa
Ta’ala.
Ajaran Siapa Yang Melarang Menikah di Bulan Suro (Muharram)?
Perlu diketahui, bahwa
keyakinan tidak bolehnya menikah di bulan Suro (Muharram) adalah keyakinan
nenek moyang yang turun-temurun dan tidak berdasar sama sekali, dan jelas-jelas
bertentangan dengan syariat Islam. Dan apabila adat bertentangan dengan syariat
Islam, maka ambil syariat Islam dan tinggalkan adat.
Allah berfirman :
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا
إِلَىٰ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ قَالُوا حَسْبُنَا مَا وَجَدْنَا
عَلَيْهِ آبَاءَنَا ۚ أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ شَيْئًا وَلَا
يَهْتَدُونَ
Apabila dikatakan kepada
mereka: "Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti
Rasul". Mereka menjawab: "Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati
bapak-bapak kami mengerjakannya". Dan apakah mereka itu akan mengikuti
nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa
dan tidak (pula) mendapat petunjuk?. (QS. Al-Maidah : 104).
Perlu diketahui juga, bahwa
adat istiadat memang tidak dilarang di dalam Islam selama tidak bertentangan
dengan Syariat Islam itu sendiri. Namun, apabila adat bertentangan dengan syariat
Islam, maka tidak boleh mendahulukan adat, adat harus ditinggalkan dan
mengikuti syariat Islam.
Imam Ibnu Taimiyah rohimahullah berkata
di dalam kitabnya Majmu’ Al-Fatawa :
وَالْأَصْلُ فِي الْعَادَاتِ لَا
يُحْظَرُ مِنْهَا إلَّا مَا حَظَرَهُ اللَّهُ
Hukum asal adat (kebiasaan)
yang ada di tengah masyarakat tidak dilarang selama tidak dilarang oleh
Allah Subhanahu wa Ta’ala (tidak bertentangan dengan perintah
Allah). (Majmu’ Al-Fatawa, jilid 4 halaman 196).
Untuk itu, adat “larangan menikah di
bulan Suro (Muharram)” jelas-jelas bertentangan dengan syariat Islam, karena
syariat Islam tidak melarang seorang muslim dan Muslimah menikah di bulan apa
saja, karena baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahkan
putrinya (Fatimah) dengan Ali bin Abi Thalib di bulan Safar dan menikah di
bulan apapun sama menurut Islam, hanya saja para ulama menyunnahkan menikah di
bulan Syawal dan tidak melarang menikah di bulan apapun, karena semua bulan itu
sama dan semua bulan itu baik untuk menikah di dalam Islam.
Semoga bermanfaat.
Penulis : Fastabikul Randa
Ar-Riyawi