Childfree adalah kesepakatan pasangan suami istri tidak
memiliki anak selama pernikahannya, baik karena faktor tidak menginginkannya, sibuk atau yang lainnya.
Lalu
bagaimana hukum
Childfree dalam pandangan Islam?
Imam Syihabuddin Al-Qasthalani rohimahullah membawakan
sebuah qaidah di dalam kitabnya Irsyadus Sari Lisyarhi Shahihil Bukhari :
الْحُكْمَ يَدُورُ مَعَ الْعِلَّةِ وُجُودًا وَعَدَمًا
Hukum berlaku bersama illatnya, ada dan tidaknya hukum
bergantung atas ada dan tidaknya illat hukum tersebut. (Irsyadus Sari
Lisyarhi Shahihil Bukhari, jilid 2 halaman 41).
Perinciannya sebagai berikut :
1. Jika dia hanya menunda untuk mempunyai anak dalam waktu
tertentu, seperti misalnya dia menikah ketika kuliyah, dan suami istri tersebut
menargetkan punya anak setelah selesai lulus kuliyah, karena jika mempunyai
anak ketika kuliyah takut tidak bisa mengurusnya karena banyak tugas kuliyah
yang harus diselesaikan. Artinya ada batas waktunya. Maka menunda mempunyai
anak seperti ini dibolehkan oleh Imam Al-Ghazali.
Imam Al-Ghazali rohimahullah berkata di dalam
kitabnya Ihya’ Ulumiddin :
وإنما قلنا لا كراهة بمعنى التحريم والتنزيه لأن إثبات النهي إنما يمكن بنص
أو قياس على منصوص ولا نص ولا أصل يقاس عليه بل ههنا أصل يقاس عليه وهو ترك النكاح
أصلاً أو ترك الجماع بعد النكاح أو ترك الإنزال بعد الإيلاج فكل ذلك ترك للأفضل
وليس بارتكاب نهي ولا فرق إذ الولد يتكون بوقوع النطفة في الرحم
Kami berpendapat bahwa ‘azl hukumnya tidak makruh dengan
makna makruh tahrim atau makruh tanzih, sebab untuk menetapkan larangan
terhadap sesuatu hanya dapat dilakukan dengan dasar nash atau qiyas pada nash,
padahal tidak ada nash maupun asal atau sumber qiyas yang dapat dijadikan dalil
memakruhkan ‘azl. Justru yang ada adalah asal qiyas yang membolehkannya, yaitu
tidak menikah sama sekali, tidak bersetubuh setelah pernikahan, atau tidak
inzal (menumpahkan sperma di luar). Sebab semuanya hanya merupakan tindakan
meninggalkan keutamaan, bukan tindakan melakukan larangan. Semuanya tidak ada
bedanya karena anak baru akan berpotensi wujud dengan bertempatnya sperma di
rahim perempuan. (Ihya’ Ulumiddin, jilid 2 halaman 51).
Inilah yang dibolehkan oleh Imam Al-Ghazali, bahwa
mengatur jumlah keturunan dengan cara mengeluarkan sperma di luar.
Diperbolehkan karena ini bukan untuk selamanya, tapi hanya dalam jangka
tertentu saja.
Dalam artian lain, ini dinamakan ‘azl, ‘azl yaitu
menumpahkan sperma di luar Rahim dengan tujuan Tanzhimun Nasl (mengatur
keturunan). Artinya dia melakukan itu hanya untuk memberikan jarak anak yang
dilahirkan bukan memutuskan keturunan secara Mutlaq. Maka cara seperti ini
masih diperbolehkan oleh para ulama.
2. Jika dia memutuskan untuk tidak mempunyai anak secara
Mutlaq (Tahdidun Nasl), maka hukumnya haram.
Pendapat ulama tentang Childfree (memutus keturunan secara
mutlaq) :
Syekh Utsaimin rohimahullah pernah ditanya
tentang hukum mengatur keturunan dan membatasi keturunan sebagaimana disebutkan
dalam Liqo’ Al-Bab Al-Maftuh :
السؤال
ما رأيك في تنظيم أو تحديد النسل؟
الجواب
رأيي أن هذا ليس إلى الإنسان بل هو إلى الله عز وجل، فأما تحديد النسل بمعنى
أن الإنسان حين يولد له عدد معين من الأولاد يستعمل ما يقطع الحمل نهائياً، فهذا
حرام، نص عليه أهل العلم.
وأما ما يسمى بالتنظيم فهذا إن دعت الحاجة إليه مثل أن تكون المرأة ضعيفة أو
مريضة لا تتحمل الحمل فهذه تُعْطَى ما يمنع الحمل في وقته، وفي حينه، ويختلف
باختلاف النساء، وباختلاف حال المرأة نفسها أيضاً، قد تكون في سنة من السنوات
قادرة على الحمل بسهولة وبدون مرض أو ضرر، وقد تكون بالعكس.
Pertanyaan :
Apa pendapatmu tentang hukum mengatur keturunan dan
membatasi keturunan?
Jawaban :
1. Pendapat saya bahwa ini bukan kehendak manusia,
melainkan kehendak Allah. Maka membatasi keturunan dalam artian jika anak dilahirkan
dalam jumlah tertentu, kemudian dia memutus kehamilan secara permanen, maka ini
hukumnya haram, dan ini sebagaimana telah ditulis oleh para ulama.
2. Adapun yang dinamakan mengatur keturunan, maka jika ada
hajat (kebutuhan) seperti Wanita menjadi lemah atau sakit ataupun tidak
memungkinkan hamil, maka dia diberikan kelonggaran dengan tidak hamil terlebih
dahulu pada waktu itu dalam dalam keadaan itu. Dan hukumnya menjadi berbeda
jika wanitanya berbeda dan berbeda keadaan wanitanya juga. Kadang-kadang ada di
antara wanita dalam setahun sudah mampu hamil dengan mudah tanpa rasa
sakit dan memudorotkan dirinya, dan kadang-kadang juga sebaliknya. (Liqo’ Al-Bab
Al-Maftuh, jilid 133 halaman 33).
Syekh At-Tuwaijiry rohimahullah berkata di dalam
kitabnya Mukhtashor Al-Fiqhul Islamy Fi Dhouil Qur’an was Sunnah :
النسل نعمة كبرى مَنّ الله بها على عباده، حث الإسلام عليها ورغَّب فيها، فلا
يجوز تحديد النسل مطلقاً، ولا يجوز منع الحمل إذا كان القصد من ذلك خشية الإملاق.
قال تعالى: {وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ نَحْنُ
نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا}
Mempunyai keturunan adalah nikmat yang besar dari Allah
atas hamba-Nya. Dan Islam mendorong atas pemeluknya dan mengharapkannya. Maka
tidak boleh membatasi kelahiran (Childfree/tidak punya anak) secara Mutlaq dan
tidak boleh mengharamkan kehamilan apabila maksudnya karena takut miskin. Allah
berfirman : Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan.
Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya
membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar. (QS. Al-Isra’ : 31). (Mukhtashor
Al-Fiqhul Islamy Fi Dhouil Qur’an was Sunnah, jilid 1 halaman 828).
Keharamannya disebabkan hal berikut :
A. Menyelisihi syariat Islam
Islam memerintahkan untuk memperbanyak keturunan, dan hal
ini sebagaimana yang disabdakan oleh baginda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Dari Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu berkata,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ، إِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ الْأَنْبِيَاءَ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Nikahilah wanita yang penyayang yang subur, karena dengan
jumlah kalian yang banyak, aku akan membanggakan di hadapan para Nabi pada hari
kiamat nanti. (HR. Ahmad, hadist no. 13569).
Syekh Syu’aib Al-Arnauth rohimahullah mengomentari
hadist ini di dalam Musnad Al-Imam Ahmad bin Hanbal :
صحيح لغيره، وهذا إسناد قوي
Shahih Lighairihi, dan Hadist ini kuat secara sanad. (Musnad
Al-Imam Ahmad bin Hanbal, jilid 21 halaman 192).
B. Menyerupai orang-orang kafir
Childfree atau merencanakan tidak mempunyai anak sama
sekali adalah sebuah perbuatan tercela dan menyerupai orang-orang kafir, karena
ini merupakan program orang-orang kafir, dalam hal ini tertuang dalam buku yang
berjudul No Kids : 40 Reasons For Not Having Children (Tidak Punya Anak : 40
Alasan Tidak Punya Anak) ditulis oleh Corinne Mairer.
Mengadopsi program orang-orang kafir untuk diterapkan
haram hukumnya karena menyerupai orang-orang kafir.
Dari Ibnu ‘Umar rodhiyallahu ‘anhuma berkata,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk
bagian dari mereka. (HR. Abu Daud, hadist no. 4031).
Kesimpulan :
Oleh sebab itu, berdasarkan pendapat-pendapat ulama di
atas dan dalil-dalil dari Al-Qur’an dan Hadist yang telah dikemukakan di atas,
bahwa Childfree (memutuskan tidak mempunyai keturunan) secara mutlaq hukumnya
haram.
Untuk itu, kaum muslimin agar menjauhi program orang kafir
yang satu ini, karena jika diterapkan sama saja Tasyabbuh (menyerupai) orang
kafir dan hukumnya haram.
Lalu bagaimana jika suami istri tidak bisa memiliki
keturunan, kan tidak punya anak bukan kehendak mereka?
Orang yang masuk dalam hukum ini hanya orang yang terkena
kewajiban saja, dalam hal ini adalah orang yang mampu hamil tapi dia tidak
menjalankannya. Adapun wanita yang tidak bisa memiliki keturunan, maka tidak
terkena hukuman ini.
Semoga bermanfaat.
Penulis : Fastabikul Randa Ar-Riyawi