Begitu banyak mitos yang
tersebar di masyarakat, di mana mitos tersebut tidak berdasar sama sekali,
melainkan hanyalah kepercayaan yang turun-temurun dari nenek moyang. Dan hal ini
sudah disebutkan oleh Allah di dalam Al-Quran mengenai kepercayaan yang turun-temurun
ini.
Allah berfirman :
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا
إِلَىٰ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ قَالُوا حَسْبُنَا مَا وَجَدْنَا
عَلَيْهِ آبَاءَنَا ۚ أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ شَيْئًا وَلَا
يَهْتَدُونَ
Apabila dikatakan kepada
mereka: "Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti
Rasul". Mereka menjawab: "Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati
bapak-bapak kami mengerjakannya". Dan apakah mereka itu akan mengikuti
nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa
dan tidak (pula) mendapat petunjuk?. (QS. Al-Maidah : 104).
Salah satu mitos yang
tersebar di masyarakat dan masih diyakini hingga sekarang adalah “Kupu-kupu
masuk ke dalam rumah" dan apabila kupu-kupu masuk ke dalam rumah pertanda 3 perkara :
1. Pertanda tamu jauh mau
datang ke rumah
2. Pertanda mendapatkan
rezeki
3. Pertanda salah satu anggota
keluarga akan tertimpa musibah
Seperti misalnya kalau yang
datang ke rumah itu kupu-kupu berwarna putih, maka dia akan ke datangan tamu
dari jauh atau mendapatkan rezeki.
Adapun jika yang masuk ke
dalam rumahnya itu kupu-kupu berwarna hitam, maka pertanda salah satu anggota
keluarga akan ditimpa musibah.
Benarkah keyakinan ini menurut
ajaran Islam?
Tentunya tidak, karena tidak
ada dalil dari Al-Qur’an dan Hadist Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
menerangkan tentang ini. Ini hanyalah mitos yang turun-temurun dari nenek
moyang yang entah dari mana asalnya.
Di dalam Islam keyakinan
seperti ini dinamakan 2 macam :
1. Khurafat
Khurafat adalah berita
bohong atau mitos, di mana seseorang berkeyakinan bahwa makhluk Allah bisa
mendatangkan manfaat dan mudorot bagi dirinya. Padahal, yang bisa mendatangkan
manfaat dan mudorot hanyalah Allah Subhanahu wa Ta’ala saja, karena Dialah yang
Berkuasa atas segala sesuatu.
Allah berfirman :
قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي
نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ ۚ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ
الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ ۚ إِنْ أَنَا
إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Katakanlah: "Aku tidak
berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan
kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib,
tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa
kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita
gembira bagi orang-orang yang beriman". (QS. Al-A’raf : 188).
Untuk itu, jika seorang
muslim percaya bahwa kupu-kupu bisa mendatangkan manfaat dan mudorot, maka dia
telah berbuat syirik dan harus segera bertaubat kepada Allah atas perbuatannya
tersebut, karena yang berkuasa mendatangkan manfaat dan mudorot di dunia ini
hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala saja, Tuhan semesta alam.
2. Tathayyur atau Thiyaroh.
Tathayyur adalah menganggap
sial sesuatu, di mana dia menganggap sebuah kesialan jika tertimpa sesuatu.
Padahal tidak ada korelasinya dengan apa yang menimpanya.
Contoh :
Kupu-kupu hitam masuk ke
dalam rumahnya pada malam hari, dia beranggapan kupu-kupu tersebut sebagai tanda
musibah akan menimpa salah satu keluarganya. Padahal tidak ada korelasi antara
kupu-kupu dan musibah. Karena musibah sudah ditetapkan oleh Allah dan tidak ditetapkan
oleh makhluk Allah.
Ataupun menganggap nama yang
diberikan kepada sang anak itu terlalu berat, sehingga membuatnya
sakit-sakitan.
Beranggapan sial terhadap
sesuatu seperti ini dianggap Tathayyur dan termasuk kesyirikan di dalam Islam.
Dari Abdullah bin Mas’ud
rodhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
الطِّيَرَةُ شِرْكٌ، الطِّيَرَةُ
شِرْكٌ، وَلَكِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ
Beranggapan sial adalah
kesyirikan, beranggapan sial adalah kesyirikan. Ibnu Mas’ud berkata : Akan
tetapi Allah akan menghilangkan persangkaan jelek tersebut dengan bertawakal
kepada-Nya. (HR. Ahmad, hadist no. 4194).
Syekh Syu’aib Al-Arnauth rohimahullah
mengomentari hadist di atas di dalam Musnad Ahmad :
إسناده صحيح
Sanadnya shahih. (Musnad
Ahmad, jilid 7 halaman 250).
Syekh Utsaimin rohimahullah
mengomentari hadist di atas di dalam Liqo’ Al-Bab Al-Maftuh :
وأما التوكل فهو: صدق الاعتماد على
الله في جلب المنافع ودفع المضار مع فعل الأسباب النافعة
Adapun tawakal adalah
menetapkan sandaaran kepada Allah dalam hal mendatangkan manfaat dan menolak
mudorot dengan melakukan hal-hal yang bermanfaat. (Liqo’ Al-Bab Al-Maftuh,
jilid 12 halaman 21).
Artinya untuk menghilangkan Khurafat
ataupun Tathayyur seperti di atas adalah dengan bertawakal kepada Allah, dengan
menyandarkan segala urusan hanya kepada Allah. Percaya bahwa Allah sajalah di
dunia ini yang bisa mendatangkan manfaat dan hanya Allah sajalah yang bisa
mendatangkan mudorot kepada setiap manusia.
Jika dia bertawakal kepada
Allah dan berkeyakinan seperti ini, insyaAllah dia tidak akan dihinggapi
Khurafat dan Tathayyur di dalam dirinya serta jauh dari kesyirikan, dan
insyaAllah dekat dengan rahmat Allah, karena dia menyandarkan segala urusannya
kepada Allah dan dia mempercayakan segala urusannya hanya kepada Allah.
Semoga bermanfaat.
Penulis : Fastabikul Randa
Ar-Riyawi