Menghina orang lain merupakan
perbuatan buruk dan tercela serta dilarang di dalam Islam.
Allah berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا
يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا
نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوا
أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ
بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Hai orang-orang
yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang
lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula
sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan
itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil
dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah
(panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka
mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS. Al-Hujurat : 11).
Seburuk apapun perilaku
manusia, maka Islam tidak memperbolehkan untuk menghina, mencaci maki, fitnah
dan lain sebagainya, karena Islam adalah agama yang damai dan diridhoi oleh
Allah dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di utus untuk memperbaiki akhlak
manusia.
Dari Abu Hurairah rodhiyallahu
‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ
صَالِحَ الْأَخْلَاقِ
Sesungguhnya
aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia. (HR. Ahmad, hadist no. 8952).
Syekh Syu’aib Al-Arnauth rohimahullah mengomentari hadist
di atas di dalam Musnad Ahmad :
صحيح، وهذا إسناد قوي
Shahih,
dan sanadnya kuat. (Musnad Ahmad, jilid 14 halaman 513).
Oleh sebab itu Islam
melarang untuk menghina orang lain dan dilarang melakukan perbuatan-perbuatan
tercela lainnya.
Lalu bagaiamana jika ada 2
orang yang saling menghina atau mengejek? Siapa yang menanggung dosanya?
Dari Abu Hurairah
rodhiyallahu ‘anhu berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :
الْمُسْتَبَّانِ مَا قَالَا فَعَلَى
الْبَادِئِ، مَا لَمْ يَعْتَدِ الْمَظْلُومُ
Apabila
ada dua orang yang saling mencaci-maki, maka cacian yang diucapkan oleh
keduanya itu, dosanya akan ditanggung oleh orang yang memulai, selama orang
yang dizalimi itu tidak melampaui batas. (HR. Muslim, hadist no. 2587).
Dari Abu Hurairah
rodhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
الْمُسْتَبَّانِ مَا قَالَا فَعَلَى
الْبَادِئِ، مَا لَمْ يَعْتَدِ الْمَظْلُومُ
Apabila
ada dua orang yang saling mencaci-maki, maka cacian yang diucapkan oleh
keduanya itu, dosanya akan ditanggung oleh orang yang memulai, selama orang
yang dizalimi itu tidak melampaui batas. (HR. Ahmad, hadist no. 7205).
Syekh Syu’aib Al-Arnauth
rohimahullah berkata di dalam Musnad
Ahmad :
إسناده صحيح على شرط مسلم
Sanadnya
shahih sesuai dengan syarat Muslim. (Musnad Ahmad, jilid 12 halaman 138).
Imam As-Suyuthi rohimahullah berkata di dalam kitabnya
Ad-Dibaj ‘Ala Shahih Muslim :
مَعْنَاهُ أَن إِثْم السباب
الْوَاقِع بَين اثْنَيْنِ مُخْتَصّ بالبادئ مِنْهُمَا إِلَّا أَن يتَجَاوَز الثَّانِي
قدر الِانْتِصَار فَيَقُول للبادئ أَكثر مِمَّا قَالَ لَهُ وَلَا يجوز للمسبوب أَن
ينتصر إِلَّا بِمثل مَا سبه مَا ل يكن كذبا أَو قذفا أَو سبا لأسلافه
Artinya bahwa dosa menghina yang
terjadi di antara 2 orang ditanggung orang yang memulai di antara keduanya, selama
orang yang kedua tidak melampaui batas dalam artian ingin menang. Dia membalas kepada orang yang memulai lebih
banyak dari yang dikatakan kepadanya, maka ini tidak boleh bagi orang yang dihina
untuk menang, kecuali seperti yang dikatakan kepadanya, selama apa yang dia katakan
itu tidak termasuk kebohongan, fitnah atau caci maki seperti yang telah lalu. (Ad-Dibaj
‘Ala Shahih Muslim, jilid 5 halaman 522).
Imam
Ibnul Jauzi rohimahullah berkata di dalam kitabnya Kasyful Musykil Min Haditsis
Shahihain :
وَهَذَا لِأَن البادئ ظَالِم
بابتدائه بالسب، فَجَوَابه جَزَاء، فَإِذا اعْتدى الْمَظْلُوم كَانَ عَلَيْهِ
إِثْم
Dan ini karena orang yang memulai
zolim dengan memuali menghina, maka dijawab sebagai balasan baginya. Akan
tetapi jika orang yang dizalimi melampaui batas dalam membalas, maka dia berdosa.
(Kasyful Musykil Min Haditsis Shahihain, jilid 3 halaman 587).
Maka dari itu, jauhilah perbuatan-perbuatan tercela, karena hal itu dilarang di
dalam Islam dan sekalipun boleh membalasnya asalkan tidak melampaui batas,
namun jika dia sabar atas hinaan itu, maka itu lebih baik dan tentunya diberikan
pahala oleh Allah Subhanhu wa Ta’ala.
Allah
berfirman :
فَاصْبِرْ عَلَىٰ مَا يَقُولُونَ
وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا ۖ
وَمِنْ آنَاءِ اللَّيْلِ فَسَبِّحْ وَأَطْرَافَ النَّهَارِ لَعَلَّكَ تَرْضَىٰ
Maka
sabarlah kamu atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji
Tuhanmu, sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya dan bertasbih pulalah
pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu
merasa senang. (QS. Thaha : 130).
وَلَنَجْزِيَنَّ الَّذِينَ صَبَرُوا
أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Dan
sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan
pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. An-Nahl : 96).
Semoga kita semua bisa
bersabar menghadapi apapun, sehingga dengan kesabaran itu bisa melatih diri
menjadi lebih baik lagi, dan tentunya kita berharap dengan bersabar, bisa
mendatangkan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Semoga bermanfaat.
Penulis : Fastabikul Randa
Ar-Riyawi