Pertanyaan :
Assalamualaikum ustadz,izin bertanya wanita
yg istiqadho apa boleh sholat dlm satu waktu dua niat tanpa mengulang
wudhu(misal kobliyah subuh trus langsung sambung subuh,wudhunya hanya diawal
kobliyah saja,terima kasih ustadz
Dari : Mudiyati
Dijawab oleh : Fastabikul Randa Ar-Riyawi حفظه الله تعالى melalui tanya jawab grup
Kajian Whatsapp
Wa'alaikumussalam Warohmatullahi Wabarokatuh.
Berapa
lama batasan wanita haid menurut para ulama mazhab?
Di dalam
kitab tafsir Rowaai'ul Bayaan Aayat Ahkaam Minal Qur'an jilid 1 halaman 281
Syekh Muhammad Ali As-Shobuni rohimahullah berkata :
اختلف الفقهاء في مدة الحيض، ومقدار أقله وأكثره على أقوال :
Para
ulama fiqih berbeda pendapat tentang lamanya masa haid perempuan, dan tentang
takaran paling sebentar dan paling lamanya. Mengenai ini ada beberapa pendapat
ulama :
1. Imam
Abu Hanifah dan Tsauri.
أقله ثلاثة أيام، وأكثره عشرة
Paling
sebentar 3 hari, dan paling lama 10 hari.
2. Imam
Syafi'i dan Ahmad.
أقله يوم وليلة وأكثره خمسة عشر يوما
Paling
sebentar satu hari satu malam, dan paling lama 15 hari
3.
Pendapat Imam Malik yang mashur (terkenal) adalah tidak ada waktu paling
sebentar dan paling lamanya haid. Tapi dengan kebiasaan wanita saja.
Nah,
sekarang begini :
Misalnya
: fulanah biasa haid setiap bulan sekitar 7 hari. Setelah 7 hari, darah haidnya
kering dan dia mandi seperti biasanya.
Pas bulan
berikutnya dia haid lagi 7 hari, pas hari ke 7 darah haidnya kering dan dia
mandi.
Akan
tetapi sehabis maghrib atau di hari ke 8 darahnya keluar lagi, maka bisa
dipastikan bahwa yang keluar itu adalah darah istihadoh, karena melewati batas
masa haid.
Sebuah
qoidah fiqih menyebutkan :
العادات محكمات
Kebiasaan
itu bisa dijadikan landasan hukum
Artinya
dia mengikuti kebiasaan haidnya. Dan itu bisa dijadikan landasan hukum.
Jika
memang biasanya masa haidnya setiap bulan hanya 7 hari, dan di hari ke 7
biasanya kering dan mandi, maka bisa dipastikan darah yang keluar tadi adalah
darah istihadoh (penyakit). Dan dia tinggal mencuci darah istihadoh tersebut
dan boleh melakukan kegiatan seperti halnya orang yang shalat.
Di dalam
hadist disebutkan bahwa Fatimah binti Hubaisy rodhiyallahu 'anha pernah
bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang darah
istihadoh. Lalu baginda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
إِذَا كَانَ دَمُ الحَيْضَةِ فَإِنَّهُ أَسْوَدُ يُعْرَفُ،
فَإِذَا كَانَ ذَلِكَ فَأَمْسِكِيْ عَن الصَّلاَةِ، فَإِذَا كَانَ الآخَرُ
فَتَوَضَّئِيْ وَصَلِّيْ فَإِنَّمَا هُوَ عِرْقٌ
Jika yang
keluar adalah darah haid (yang berwarna hitam) yang dapat diketahui, maka
tinggalkanlah shalat. Akan tetapi, jika yang keluar bukan seperti itu, maka
berwudhu' lah dan lakukanlah shalat karena itu darah penyakit. (HR. Abu Daud,
hadist no. 286).
Maka,
jika masa haidnya melewati batas haid seperti biasanya, maka bisa dipastikan
itu darah istihadoh, dan hendaklah dia melanjutkan shalat dan boleh menunaikan
puasa seperti biasanya.
Jika
darah tersebut berwarna kuning, Allahu a'lam. Saya tidak tau, tapi mungkin ada.
Namun,
tolak ukur para ulama menentukan seseorang boleh mandi atau tidaknya bukan
hanya dilihat dari darah haidnya, tapi yang paling utama adalah kebiasaan
haidnya. Nah, tinggal mencocokkan saja seperti kebiasaan haidnya.
Jika
lebih dari masa haidnya, maka darah yang keluar berarti darah istihadoh, bukan
darah haid sehingga dia mandi wajib dan mengerjakan kewajiban seperti biasanya.
Apakah
wanita yang istihadoh boleh satu niat 2 shalat? Shalat qobliyah subuh dan
shalat subuh?
Tidak boleh,
sebab shalat subuh dan qobliyah subuh kedudukannya berbeda. Shalat subuh
hukumnya wajib, sedangkan shalat qobliyah hukumnya sunnah. Jadi jika niatnya
digabungkan menjadi tidak sinkron.
Akan
tetapi, jika dia berniat shalat shalat qodho misalnya di waktu masuk masjid,
maka shalat tahiyatul masjid telah masuk di dalamnya.
Imam
An-Nawawi rohimahullah berkata di dalam kitabnya Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzab :
وَلَا يُشْتَرَطُ أَنْ يَنْوِيَ بِالرَّكْعَتَيْنِ
التَّحِيَّةَ بَلْ إذَا صَلَّى رَكْعَتَيْنِ بِنِيَّةِ الصَّلَاةِ مُطْلَقًا أَوْ
نَوَى رَكْعَتَيْنِ نَافِلَةً رَاتِبَةً أَوْ غَيْرَ رَاتِبَةٍ أَوْ صَلَاةَ
فَرِيضَةٍ مُؤَدَّاةٍ أَوْ مَقْضِيَّةٍ أَوْ مَنْذُورَةٍ أَجْزَأَهُ ذَلِكَ
وَحَصَلَ لَهُ مَا نَوَى وَحَصَلَتْ تَحِيَّةُ الْمَسْجِدِ ضِمْنًا وَلَا خِلَافَ
فِي هَذَا قَالَ أَصْحَابُنَا وَكَذَا لَوْ نَوَى الْفَرِيضَةَ وَتَحِيَّةَ
الْمَسْجِدِ أَوْ الرَّاتِبَةَ وَتَحِيَّةَ الْمَسْجِدِ حَصَلَا جَمِيعًا بِلَا
خِلَافٍ
Dan tidak
disyaratkan melalukan dua rakaat sebagai tahiyatul masjid, tetapi jika seseoran
melakukan shalat dua rakaat dengan niat shalat mutlak, atau shalat sunah
rawatib atau yang bukan rawatib, atau shalat wajib, baik pada waktunya atau
qodho, maka itu telah cukup dan dia telah mendapatkan apa yang dia niatkan, dan
dia juga mendapatkan tahiyatul masjid tercakup di dalamnya, dan tidak ada
perbedaan pendapat dalam hal ini. Para sahabat kami (ulama syafi'iyah) mengatakan, jika seseorang meniatkan shalat
wajib sekaligus tahiyatul masjid atau shalat rawatib sekaligus tahiyatul
masjid, maka semua itu sah, tanpa adanya perbedaan pendapat. (Al-Majmu' Syarah
Al-Muhadzab, jilid 4 halaman 52).
Nah,
artinya niat yang bisa digabungkan itu adalah yang sejenis. Shalat sunnah
dengan sunnah, ataupun shalat wajib dengan shalat sunnah seperti dia shalat
qodho setelah shalat zuhur misalnya, maka dia telah mendapatkan shalat sunnah
rawatib setelah zuhur. Namun dia tidak bisa menggabungkan shalat sunnah dengan
shalat wajib karena bukan sejenis.
Sebuah
qoidah fiqih menyebutkan :
إِذَا اجْتَمَعَتْ عِبَادَتَانِ مِنْ جِنْسٍ وَاحِدٍ
تَدَاخَلَتْ أَفْعَالُهُمَا وَاكْتَفَى عَنْهُمَا بِفِعْلٍ وَاحِدٍ إِذَا كَانَ
مَقْصُوْدُهُمَا وَاحِدًا
Apabila
dua ibadah sejenis berkumpul maka pelaksanaannya digabung dan cukup dengan
melaksanakan salah satunya jika keduanya mempunyai maksud yang sama.
Syaratnya
adalah harus sejenis. Shalat dengan shalat, puasa dengan puasa, thawaf dengan
thawaf dan sebagainya.
Jika
berbeda, seperti shalat dengan puasa atau puasa dengan thawaf, maka tidak
boleh.
Harus
sama dan sama pula hukumnya.
Bagaimana
jika dia hanya berwudhu' sekali saja? Bolehkah?
Jika dia
wudhu' sebelum masuk ke masjid, kemudian dia masuk ke masjid dan shalat
tahiyatul masjid dan shalat sunnah qobliyah subuh, kemudian dilanjutkan dengan
shalat subuh, maka boleh, selama wudhu'nya tidak batal, maka boleh dan
shalatnya sah.
Semoga
bisa dipahami.
Wallahu
Ta'ala a'lam.