Pertanyaan :
Assalamualaikum ustadz. ijin bertanya. ada
temen pernah pinjam duit sama saya. dia tanya bunganya. saya bilang g ad bunga.
lain waktu pinjam lg. saya kasih. ya lumayan nominalnya. Di dlm akad saya
bilang g ada bunga. peminjam minta tempo
3bln .pengembalian uang sekaligus tidak dicicil. peminjam bilang gini ustadz. nanti
tiap bln saya mo kasih uang jajan buat ank saya. saya bilang g usah. peminjam
tetep kekeh ngasih uang. katanya sebagai ucapan terimakasih. uang yg tiap bln
diterima ank saya itu termasuk riba g ustadz. terima kasih
Dari : Wiwin Putri
Dijawab oleh : Fastabikul Randa Ar-Riyawi حفظه الله تعالى melalui tanya jawab grup
Kajian Whatsapp
Wa'alaikumussalam Warohmatullahi Wabarokatuh.
Imam
Asy-Syaukani rohimahullah berkata di dalam kitabnya Nailul Author :
وَإِنْ لَمْ يَكُنْ ذَلِكَ لِغَرَضٍ أَصْلًا فَالظَّاهِرُ
الْمَنْعُ لِإِطْلَاقِ النَّهْيِ عَنْ ذَلِكَ وَأَمَّا الزِّيَادَةُ عَلَى
مِقْدَارِ الدَّيْنِ عِنْدَ الْقَضَاءِ بِغَيْرِ شَرْطٍ وَلَا إضْمَارٍ
فَالظَّاهِرُ الْجَوَازُ مِنْ غَيْرِ فَرْقٍ بَيْنَ الزِّيَادَةِ فِي الصِّفَةِ
وَالْمِقْدَارِ وَالْقَلِيلِ وَالْكَثِيرِ لِحَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ وَأَبِي
رَافِعٍ وَالْعِرْبَاضِ وَجَابِرٍ، بَلْ هُوَ مُسْتَحَبٌّ
Dan jika
hadiah tersebut diberikan tidak untuk suatu tujuan yang diketahui, maka
pendapat yang tepat adalah hal ini terlarang karena larangan dalam masalah ini
sifatnya mutlak. Adapun tambahan yang diberikan ketika pelunasan yang tidak
disyaratkan sebelumnya dan tanpa ada kesepakatan sebelumnya maka yang tepat ini
dibolehkan, baik berupa tambahan dalam sifatnya atau kadarnya, baik tambahannya
sedikit atau banyak. Berdasarkan hadits Abu Hurairah, Abu Rofi', Al-Irbadh dan
Jabir tentang melebihkan pelunasan hutang. Bahkan ini dianjurkan. (Nailul
Author, jilid 5 halaman 275).
Di dalam
Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah disebutkan :
قَال ابْنُ الْقَيِّمِ: فَكَانَ رَدُّ عُمَرَ لَمَّا تَوَهَّمَ
أَنْ تَكُونَ هَدِيَّتُهُ بِسَبَبِ الْقَرْضِ، فَلَمَّا تَيَقَّنَ أَنَّهَا
لَيْسَتْ بِسَبَبِ الْقَرْضِ قَبِلَهَا، وَهَذَا فَصْل النِّزَاعِ فِي مَسْأَلَةِ
هَدِيَّةِ الْمُقْتَرِضِ
Imam
Ibnul Qoyyim rohimahullah berkata : Umar menolak hadiah dari Ubay karena beliau
menyangka hadiah tersebut diberikan karena sebab hutang yang dia berikan kepada
Ubay. Namun ketika dia yakin hadiah tersebut bukan karena sebab hutang, beliau
menerima hadiah tersebut. Maka inilah patokan utama dari masalah hadiah dari
penghutang kepada yang menghutangi. (Tahdzib Ibnul Qoyyim jilid 5 halaman 150
dan Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, jilid 33 halaman 132).
Berdasarkan
perkataan ulama ini, ada syarat uang yang diberikan orang yang berhutang boleh
diambil :
1. Tidak
disyaratkan di awal. Artinya tidak terjadi akad harus mengembalikan dengan
tambahan tertentu.
Maka jika
di awal tidak ada kesepakatan apapun di kedua belah pihak, dan ketika orang
yang berhutang mengembalikan uang sesuai yang dipinjam, kemudian dia bilang :
ini uang saya kasih sebagai hadiah karena sudah membantu saya. Karena telah
meminjamkan saya uang. Tanpa ada kesepakatan di awal, tiba-tiba dia memberikan
hadiah uang. Maka uang tersebut boleh diambil dan halal sebagaimana yang
disebutkan oleh ulama di atas.
2. Jika
dia berhutang, akan tetapi setiap bulannya dia ngasih ke anak orang yang
dihutangi untuk meringankan hutangnya atau tujuan tertentu, maka dalam hal ini
tidak boleh diterima, sebagaimana yang dilakukan oleh khalifah Umar bin Khattab
di atas.
Akan tetapi, jika dia memberikan hadiah kepada sang anak hanya untuk sebagai rasa syukur saja karena sudah dipinjamkan uang, maka hadiah tersebut boleh diterima dan halal insyaAllah dan tidak pula termasuk ke dalam riba, sebagaimana yang dilakukan oleh khalifah Umar bin Khattab ketika menerima hadiah dari sahabat Ubay bin Ka'ab, dan karena dia memberikan itu tidak ada tujuan apapun, baik untuk meringankan hutang ataupun yang lainnya. Tapi semata-mata hanya memberikan hadiah sebagai bentuk terimakasih kepada orang tua si anak karena telah memberikan pinjaman kepadanya.
Semoga
bisa dipahami.
Wallahu
Ta'ala a'lam.