Bagaimana pendapat ulama
mazhab mengenai ini?
Fatawa Asy-Syabakah
Al-Islamiyyah menyebutkan :
أما إذا رأت مع الماء دماً أو رأت
دماً فقط قبل الولادة، ففي هذه المسألة ثلاثة أقوال للعلماء:
Adapun apabila seorang
wanita melihat bersama air yang keluar ada darah, atau dia melihat darah saja
sebelum melahirkan, maka dalam masalah ini ada 3 pendapat ulama :
الأول: أن هذا الدم دم فساد، حكمها
فيه كحكم المستحاضة، وهذا مذهب الحنفية ومذهب الشافعية، قال في الهداية: والدم
الذي تراه الحامل ابتداء أوحال ولادتها قبل خروج الولد استحاضة
Pertama : Bahwa darah yang
keluar ini adalah darah fasad, hukumnya seperti hukum istihadoh. Dan ini
pendapat mazhab Hanafiyyah dan mazhab Syafi’iyyah. Disebutkan di dalam kitab
Al-Hidayah : Darah yang dilihat oleh orang hamil di awal atau dalam persalinan
sebelum keluarnya sang bayi, maka itu disebut darah istihadoh.
الثاني: أن هذا الدم دم نفاس وهو
مذهب الحنابلة، قال في كشاف القناع: النفاس دم ترخيه الرحم مع ولادة وقبلها بيومين
أو ثلاثة مع أمارة. ويعنون بالأمارة: ما يدل على الولادة كالطلق
Kedua : Bahwa darah ini
disebut darah nifas, dan ini pendapat mazhab Hanabilah. Disebutkan di dalam
kitab Kassaf Al-Qona’ : Nifas adalah darah untuk mengkendorkan Rahim untuk
melahirkan dan 2 atau 3 hari sebelumnya ada indikasi (tanda). Dan membantu
dengan indikasi (tanda) : menunjukkan bahwa melahirkan sebagai perpisahan.
الثالث: أن هذا الدم حيض، وهو مذهب
المالكية، قال العدوي في الحاشية معلقا على قول الشارح: النفاس: الدم الخارج لأجل
الولادة، بعدها على الأصح، ومعها على قول الأكثر، وقبلها على قول مرجوح. والراجح
أنه حيض
Ketiga :Bahwa darah ini
disebut haid, dan ini pendapat mazhab Malikiyyah. Al-Adawy berkata di dalam
kitab Al-Hasyiyah, mengomentari pendapat tersebut : Nifas itu : darah yang
keluar karena melahirkan, artinya setelah melahirkan menurut pendapat yang
shahih. Dan mengenai ini ada banyak pendapat ulama, dan sebelumnya menurut
ulama yang memungkinkan. Namun yang paling utama adalah bahwa itu termasuk
darah haid.
وسبب الخلاف بين العلماء في هذه
المسألة اختلافهم في تفسير النفاس، فعند الحنفية والشافعية هو الدم الخارج عقيب
الولادة، أما الدم الخارج مع الولادة أو قبلها فهو دم فساد (استحاضة) ، وحكمها فيه
حكم الطاهرات, واستثنى الشافعية -كما تقدم- الدم المتصل بحيضها فهو حيض بناء على
أن الحامل تحيض عندهم
Sebab perbedaan pendapat
ulama dalam masalah ini adalah perbedaan dalam menafsirkan nifas. Menurut
pendapat ulama mazhab Hanafiyyah dan Syafi’iyyah nifas itu adalah darah yang
keluar karena akibat dari persalinan (melahirkan). Adapun darah yang keluar bersamaan
dengan proses persalinan atau sebelum persalinan, maka dia dinamakan darah fasad
(istihadoh). Dan hukumnya dia tetap dalam keadaan suci. Namun ulama mazhab
Syafi’iyyah mengecualikan sebagaimana terdahulu, yaitu darah yang berhubungan
dengan haidnya. Maka disebut darah haid, karena berdasarkan fakta bahwa orang
yang hamil juga mengalami haid.
وأما عند الحنابلة: فالنفاس الدم
الخارج بسبب الولادة
Adapun pendapat ulama mazhab Hanabilah : Nifas adalah
darah yang keluar disebabkan persalinan (melahirkan).
وأما عند المالكية: فالنفاس الدم
الخارج مع الولادة أو بعدها، أما ما خرج قبل الولادة فالراجح عندهم أنه حيض
Dan Adapun pendapat ulama mazhab
Malikiyyah : Nifas adalah darah yang keluar bersamaan dengan persalinan atau
setelahnya. Adapun sesuatu yang keluar sebelum melahirkan, maka pendapat yang
lebih kuat di sisi ulama mazhab Malikiyyah, bahwa itu disebut darah haid.
(Fatawa Asy-Syabakah
Al-Islamiyyah, jilid 11 halaman 3936).
Jadi kesimpulannya adalah :
1. Jika darah keluar sebelum
melahirkan, dan mengambil pendpat mazhab Hanafiyyah dan Syafi’iyyah, berarti
dinamakan darah fasad, dan darah fasad dihukumi seperti darah istihadoh, maka
berarti seorang wanita tetap harus melaksanakan shalat 5 waktu.
Dasarnya adalah hadist yang
diriwayatkan oleh Ummul Mukminin Aisyah rodhiyallahu ‘anha. Aisyah rodhiyallahu
‘anha berkata :
أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ أَبِي
حُبَيْشٍ، سَأَلَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ: إِنِّي أُسْتَحَاضُ
فَلاَ أَطْهُرُ، أَفَأَدَعُ الصَّلاَةَ، فَقَالَ: «لاَ إِنَّ ذَلِكِ عِرْقٌ،
وَلَكِنْ دَعِي الصَّلاَةَ قَدْرَ الأَيَّامِ الَّتِي كُنْتِ تَحِيضِينَ فِيهَا،
ثُمَّ اغْتَسِلِي وَصَلِّي
Bahwasanya
Fathimah binti Abi Hubaisy pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam, dia berkata : ‘Aku pernah istihadhah dan belum bersuci. Apakah aku harus
meninggalkan shalat?’ Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : ‘Tidak,
karena itu adalah darah penyakit. Akan tetapi tinggalkanlah shalat sebanyak
hari yang biasanya engkau haid sebelum itu, kemudian mandilah dan lakukanlah
shalat. (HR. Bukhari, hadist no. 325).
2. Namun, jika dia memilih
pendapat yang kedua dan ketiga, yaitu disebut darah nifas ataupun darah haid,
maka dia tidak diperbolehkan shalat. Karena ketentuan di dalam syari’at Islam
bahwa orang yang dalam keadaan nifas ataupun haid tidak diperbolehkan untuk
melaksakanakan shalat.
Semoga bermanfaat.
Penulis : Fastabikul Randa Ar-Riyawi