Banyak orang-orang yang gagal paham dengan hadist Nabi yang menyebutkan bahwa Nabi kembali ke Tuhan-Nya. Mereka mengatakan bahwa itu adalah isyarat bahwa Allah itu ada di atas.
Sebenarnya mereka tidak
membaca penjelasan para ulama mengenai hal itu. Rasulullah kembali kepada Allah
sebagaimana yang disebutkan di dalam hadist Isra’ dan Mi’raj maksudnya adalah
Rasulullah kembali ke tempat di mana beliau bermunajat kepada Allah, bukan
menunjukkan tempat Allah Subhanhu wa Ta’ala.
Dari Anas bin Malik
rodhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bercerita
:
فَنَزَلْتُ إِلَى مُوسَى صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: مَا فَرَضَ رَبُّكَ عَلَى أُمَّتِكَ؟ قُلْتُ:
خَمْسِينَ صَلَاةً، قَالَ: ارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ فَاسْأَلْهُ التَّخْفِيفَ،
فَإِنَّ أُمَّتَكَ لَا يُطِيقُونَ ذَلِكَ، فَإِنِّي قَدْ بَلَوْتُ بَنِي
إِسْرَائِيلَ وَخَبَرْتُهُمْ "، قَالَ: " فَرَجَعْتُ إِلَى رَبِّي،
فَقُلْتُ: يَا رَبِّ، خَفِّفْ عَلَى أُمَّتِي، فَحَطَّ عَنِّي خَمْسًا، فَرَجَعْتُ
إِلَى مُوسَى، فَقُلْتُ: حَطَّ عَنِّي خَمْسًا، قَالَ: إِنَّ أُمَّتَكَ لَا
يُطِيقُونَ ذَلِكَ، فَارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ فَاسْأَلْهُ التَّخْفِيفَ "،
قَالَ: " فَلَمْ أَزَلْ أَرْجِعُ بَيْنَ رَبِّي تَبَارَكَ وَتَعَالَى،
وَبَيْنَ مُوسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ حَتَّى قَالَ: يَا مُحَمَّدُ، إِنَّهُنَّ
خَمْسُ صَلَوَاتٍ كُلَّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ، لِكُلِّ صَلَاةٍ عَشْرٌ، فَذَلِكَ
خَمْسُونَ صَلَاةً
Lalu aku turun dan bertemu
Nabi Musa shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia bertanya : "Apa yang telah diwajibkan
oleh Tuhanmu kepada umatmu?" aku menjawab : "Shalat lima puluh waktu.”
Nabi Musa berkata : "Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan karena
umatmu tidak akan mampu melaksanakannya. Aku pernah mencoba Bani Israel dan
menguji mereka" Beliau bersabda : "Lalu Aku kembali kepada Tuhanku dan
berkata, "Wahai Tuhanku, berilah keringanan kepada umatku". Maka
diringankan lima waktu, Lalu aku kembali kepada Nabi Musa dan berkata : "Allah
telah meringankan menjadi lima waktu", Nabi Musa berkata : "Umatmu
tidak akan mampu melaksanakannya. Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah
keringanan lagi". Beliau bersabda : "Aku masih saja bolak-balik
antara Tuhanku Tabaraka Wa Ta'ala dan Nabi Musa 'Alaihis Salam", sehingga Allah
berfirman : "Wahai Muhammad.! Sesungguhnya aku wajibkan lima waktu sehari
semalam, setiap shalat wajib dilipat gandakan dengan sepuluh kali lipat, maka pahalanya
sama dengan lima puluh shalat. (HR. Muslim, hadist no. 162).
Imam An-Nawawi rohimahullah
berkata di dalam kitabnya Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim :
قوله صلى الله عليه وسلم (فرجعت إلى
ربي) معناه رجعت إلى الموضع الذي ناجيته منه أولا فناجيته فيه ثانيا وقوله صلى
الله عليه وسلم (فلم أزل أرجع بين ربي تبارك وتعالى وبين موسى صلى الله عليه وسلم)
معناه بين موضع مناجاة ربي والله أعلم
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam : "Lalu Aku
kembali kepada Tuhanku", Maksudnya aku kembali ke tempat sebelumnya di mana
aku bermunajat kepada-Nya untuk yang pertama kali, lalu aku bermunajat di sana
untuk yang kedua kalinya. Dan Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
"Aku masih saja bolak-balik antara Tuhanku Tabaraka Wa Ta'ala dan Nabi
Musa shallallahu ‘alaihi wa sallam", Maksudnya antara tempat di mana aku
bermunajat kepada Tuhanku. Wallahu a'lam. (Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim,
jilid 2 halaman 214-215).
Dari bin ‘Abdillah berkata, aku mendengar Anas bin Malik
bercerita tentang Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam :
ثُمَّ هَبَطَ حَتَّى بَلَغَ مُوسَى،
فَاحْتَبَسَهُ مُوسَى، فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ، مَاذَا عَهِدَ إِلَيْكَ رَبُّكَ؟
قَالَ: عَهِدَ إِلَيَّ خَمْسِينَ صَلاَةً كُلَّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ، قَالَ: إِنَّ
أُمَّتَكَ لاَ تَسْتَطِيعُ ذَلِكَ، فَارْجِعْ فَلْيُخَفِّفْ عَنْكَ رَبُّكَ
وَعَنْهُمْ، فَالْتَفَتَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى
جِبْرِيلَ كَأَنَّهُ يَسْتَشِيرُهُ فِي ذَلِكَ، فَأَشَارَ إِلَيْهِ جِبْرِيلُ:
أَنْ نَعَمْ إِنْ شِئْتَ، فَعَلاَ بِهِ إِلَى الجَبَّارِ، فَقَالَ وَهُوَ
مَكَانَهُ: يَا رَبِّ خَفِّفْ عَنَّا فَإِنَّ أُمَّتِي لاَ تَسْتَطِيعُ هَذَا،
فَوَضَعَ عَنْهُ عَشْرَ صَلَوَاتٍ ثُمَّ رَجَعَ إِلَى مُوسَى، فَاحْتَبَسَهُ
فَلَمْ يَزَلْ يُرَدِّدُهُ مُوسَى إِلَى رَبِّهِ حَتَّى صَارَتْ إِلَى خَمْسِ
صَلَوَاتٍ
Kemudian Nabi turun hingga
bertemu Musa, lalu Musa menahannya dan berkata : "Hai Muhammad, apa yang
diperintahkan oleh Tuhanmu untukmu?" Beliau menjawab, "Tuhanku
memerintahkanku untuk mendirikan lima puluh kali shalat setiap sehari
semalam" Musa berkata, "Sungguh umatmu tidak akan mampu mengerjakannya,
maka kembalilah, agar Tuhanmu memberi keringanan untukmu dan umatmu", Lalu
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menoleh ke Jibril, seakan-akan beliau
meminta saran akan hal tersebut, dan Jibril memberi isyarat, "Baiklah jika
demikian", Maka diangkatnya lagi kepada Tuhan Yang Maha Perkasa, lalu Nabi
berkata di tempatnya, "Wahai Tuhanku, berikanlah keringanan untuk kami,
karena umatku takkan mampu memikulnya, Maka diberikanlah keringanan sepuluh
kali, kemudian Nabi kembali kepada Musa dan Musa menahannya, Maka Musa terus
menerus membolak-balikannya diantara dia dan Tuhannya hingga ditetapkanlah lima
kali shalat sehari semalam. (HR. Bukhari, hadist no. 7517).
Imam Ibnu Hajar rohimahullah
berkata di dalam kitabnya Fathul Baari Syarah Shahih Bukhari :
وَهِيَ قَوْلُهُ فَعَلَا بِهِ
يَعْنِي جِبْرِيلَ إِلَى الْجَبَّارِ تَعَالَى فَقَالَ وَهُوَ مَكَانُهُ يَا رَبِّ
خَفِّفْ عَنَّا قَالَ وَالْمَكَانُ لَا يُضَافُ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى إِنَّمَا
هُوَ مَكَانُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَقَامِهِ
الْأَوَّلِ الَّذِي قَامَ فِيهِ قَبْلَ هُبُوطِهِ انْتَهَى وَهَذَا الْأَخِيرُ
مُتَعَيَّنٌ وَلَيْسَ فِي السِّيَاقِ تَصْرِيحٌ بِإِضَافَةِ الْمَكَانِ إِلَى
اللَّهِ تَعَالَى
Sabda Nabi "Maka
diangkatnya lagi oleh Jibril kepada Tuhan Yang Maha Perkasa, lalu Nabi bersabda
di tempatnya, "Wahai Tuhanku, berikanlah keringanan untuk kami". Imam
Al-Khattabi berkata : bahwa tempat itu tidaklah disandarkan (ditujukan) kepada Allah
Ta'ala, melainkan tempat bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saat kali
pertama di mana beliau diangkat sebelum turun. Selesai. Keterangan terakhir ini
sudah pasti dan tidak ada dalam konteks satu penjelasan bahwa tempat itu
disandarakan kepada Allah Ta’ala. (Fathul Baari Syarah Shahih Bukhari, jilid 13
halaman 484).
Benarkah para ulama
menetapkan Allah berada di atas langit?
Imam Ibnu Taimiyah
rohimahullah berkata di dalam kitabnya Majmu’ Al-Fatawa :
السلف، والأئمة، وسائر علماء
السنَّة إذا قالوا: " إنه فوق العرش "، و " إنه في السماء فوق كل
شيء ": لا يقولون إن هناك شيئاً يحويه، أو يحصره، أو يكون محلاًّ له، أو
ظرفاً، ووعاءً، سبحانه وتعالى عن ذلك، بل هو فوق كل شيء، وهو مستغنٍ عن كل شيءٍ،
وكل شيءٍ مفتقرٌ إليه، وهو عالٍ على كل شيءٍ، وهو الحامل للعرش، ولحملة العرش،
بقوته، وقدرته، وكل مخلوق مفتقرٌ إليه، وهو غنيٌّ عن العرش، وعن كل مخلوق
Ulama Salaf, Imam dan
seluruh ulama sunnah ketika mereka berkata : Sesungguhnya Allah di atas langit
dan Sesungguhnya Allah di langit di atas segalanya, mereka tak bermaksud
mengatakan bahwa ada sesuatu yang meliputi-Nya, mengepung-Nya, menjadi tempat
bagi-Nya, atau menjadi wadah-Nya. Maha suci Allah dari hal itu. Akan tetapi
Allah di atas setiap sesuatu dan Allah tidak membutuhkan sesuatu dan makhluklah
yang membutuhkan Allah. Dia lebih tinggi atas setiap sesuatu. Dia yang membawa
Arsy, maksudnya adalah kekuatan-Nya, kekuasaan-Nya, dan setiap makhluk bergantung
kepada-Nya. Dan Allah tidak membutuhkan Arsy dan dari setiap makhluk apapun. (Majmu’
Al-Fatawa, jilid 16 halaman 101).
Nah, inilah yang dimaksud
oleh pra ulama, bahwa para ulama tidak menetapkan Allah bertempat, namun yang
dimaksud Allah di langit adalah kekuatan dan kekuasaan Allah meliputi Arsy.
Bukan Allah yang berada di langit atau di Arsy. Karna menetapkan Allah
bertempat sama saja Allah membutuhkan makhluk, sedangkan Allah Maha Suci dari
membutuhkan makhluk. Na’udzubillah.
Sekali lagi bahwa Allah
tidak butuh tempat dan maksud Rasulullah Kembali ke Tuhan-Nya, maksudnya adalah
Rasulullah kembali ke tempat beliau bermunajat kepada Allah pertama kalinya.
Bukan maksudnya kembali ke tempat Tuhan-Nya. Terjemahan dan tafsiran seperti itu
tentu keliru dan menyelisihi tafsiran para ulama. Dan semoga kita dijauhkan
dari pemahaman yang keliru dan bertentangan dengan syari’at Islam.
Semoga bermanfaat.
Penulis : Fastabikul Randa
Ar-Riyawi