Dari Sahl bin Hunaif rodhiyallahu ‘anhu berkata :
كُنْتُ أَلْقَى مِنَ الْمَذْيِ
شِدَّةً وَكُنْتُ أُكْثِرُ مِنْهُ الِاغْتِسَالَ فَسَأَلْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ، فَقَالَ: " إِنَّمَا يُجْزِئُكَ مِنْ
ذَلِكَ الْوُضُوءُ " قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، فَكَيْفَ بِمَا يُصِيبُ
ثَوْبِي مِنْهُ؟ قَالَ: " يَكْفِيكَ أَنْ تَأْخُذَ كَفًّا مِنْ مَاءٍ
فَتَنْضَحَ بِهَا مِنْ ثَوْبِكَ حَيْثُ تَرَى أَنَّهُ أَصَابَهُ
Aku
seringkali keluar madzi, sehingga sering sekali mandi karenanya. Lalu
kuceritakan hal ini kepada Rasulullah shallallaahu‘alaihi wa sallam. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : Cukup bagimu berwudhu’ saja, maka saya
berkata : Wahai Rasulullah, bagaimana jika madzi tersebut mengenai pakaianku?.
Beliau menjawab : Cukup bagimu dengan mengambil air satu telapak tangan
kemudian menyiramkannya kepada pakaianmu sampai kamu melihat bekas air telah
membasahinya. (HR. Al-Baihaqi, hadist no. 4128).
Hadist ini hasan menurut para
ulama.
Bagaimana cara membersihkan
madzi apabila menempel di pakaian menurut ulama setelah memahami banyak hadist
mengenai itu?
1. Imam An-Nawawi
rohimahullah berkata di dalam kitabnya Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzab :
أَجْمَعَتْ الْأُمَّةُ عَلَى
نَجَاسَةِ الْمَذْيِ وَالْوَدْيِ ثُمَّ مَذْهَبُنَا وَمَذْهَبُ الْجُمْهُورِ
أَنَّهُ يَجِبُ غَسْلُ الْمَذْيِ وَلَا يَكْفِي نَضْحُهُ بِغَيْرِ غَسْلٍ وَقَالَ
أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ رَحِمَهُ اللَّهُ أَرْجُو أَنْ يجزيه النضح وَاحْتَجَّ
لَهُ بِرِوَايَةٍ فِي صَحِيحِ مُسْلِمٍ فِي حَدِيثِ عَلِيٍّ (تَوَضَّأْ وَانْضَحْ
فَرْجَكَ) وَدَلِيلُنَا رِوَايَةُ اغْسِلْ وَهِيَ أَكْثَرُ وَالْقِيَاسُ عَلَى
سَائِرِ النَّجَاسَاتِ وَأَمَّا رِوَايَةُ النَّضْحِ فَمَحْمُولَةٌ عَلَى
الْغَسْلِ وَحَدِيثُ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ صَحِيحٌ رَوَاهُ هَكَذَا أَبُو
دَاوُد وَالنَّسَائِيُّ وَغَيْرُهُمَا بِأَسَانِيدَ صَحِيحَةٍ
Ulama
sepakat atas najisnya madzi dan wadi. Mazhab kami (mazhab Syafi’i) dan mazhab
jumhur (mayoritas ulama mazhab) menyatakan bahwa najis madzi itu wajib dicuci
dan tidak cukup hanya dengan menyiramnya tanpa dicuci. Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan
: “Menyiram najis madzi itu cukup” dia berhujjah dengan hadist yang diriwayatkan
juga di dalam Shahih Muslim dari Ali di mana Nabi bersabda padanya : “Wudhu’ lah
dan siramlah kemaluanmu.” Adapun dalil kami (mazhab Syafi’i) adalah hadist :
“Cucilah” riwayat ini lebih banyak. Najis madzi dianalogikan dengan najis-najis
yang lain. Adapun hadis an-nadhu (menyiram) di atas maka pemahamannya dialihkan
ke makna al-ghasl (dicuci, dibasuh). Dan hadist Ali tentang itu shahih, Abu Dawud
dan An-Nasa’i dan selain keduanya juga meriwayatkannya seperti itu dengan
sanad-sanad yang shahih. (Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzab, jilid 2 halaman 552).
2. Imam Badruddin Al-‘Ainy
rohimahullah berkata di dalam kitab ‘Umdatul Qory Syarah Shahih Bukhari :
النَّضْح هُوَ صب المَاء لِأَن
الْعَرَب تسمي ذَلِك نضحاً، وَقد يذكر وَيُرَاد بِهِ الْغسْل، وَكَذَلِكَ الرش
يذكر وَيُرَاد بِهِ الْغسْل
An-Nadhah
artinya memerciki dengan air, karena orang arab menyebut perbuatan itu
dengan nadhah. Namun terkadang mereka menyebut an-nadhah maksudnya
mencuci, begitu juga ar-rasy (memerciki) maksud mereka terkadang mencuci.
(‘Umdatul Qory Syarah Shahih Bukhari, jilid 3 halaman 130).
Oleh sebab itu, para ulama masih
berbeda pendapat tentang bagaimana cara membersihkan madzi apabila mengenai
pakaian untuk dibawa shalat. Namun kedua-duanya boleh dipakai karena maksud
orang Arab terkadang berubah-ubah dalam memaknainya.
1. Boleh mencucinya dengan
air kemudian diganti dengan pakaian lain.
2. Membasuhnya dengan
segenggam air kemudian menumpahkan ke pakaian yang terkena air madzi
sebagaimana yang disebutkan di dalam hadist di atas. Atau juga bisa dengan
memercikkan air ke pakaian yang terkena air madzi tersebut.
Bagaimana jika tidak menyadari
ada air madzi yang menempel di pakaian kemudian dibawa shalat? Sahkah shalatnya?
Jika seorang muslim memakai
pakaian untuk shalat, namun dia tidak menyadari kalo di pakaiannya itu terdapat
air madzi, kemudian pakaian tersebut dibawa shalat, setelah shalat dia baru
mneyadari jika di pakaiannya terdapat air madzi, maka hukumnya shalatnya sah,
sebab dia tidak mengetahuinya dan tidak sengaja dilakukan. Hal ini berdasarkan
hadist Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas
rodhiyallahu ‘anhuma :
إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ عَنْ
أُمَّتِي الْخَطَأَ، وَالنِّسْيَانَ، وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ
Sesungguhnya
Allah memaafkan umatku ketika dia tidak sengaja, lupa atau dipaksa. (HR. Ibnu
Hibban, hadist no. 7219).
Berdasarkan hadist di atas,
ketika dia tidak tau, maka kesalahannya dimaafkan. Sekilas shalatnya sah
disebabkan ketidaktahuannya, namun untuk lebih berhati-hati hendaknya dia
mengulangi shalatnya setelah mencuci dan atau memerciki pakaian terkena madzi
dengan air.
Semoga bermanfaat.
Penulis : Fastabikul Randa
Ar-Riyawi