Seorang wanita Muslimah yang telah baligh dan berakal tentu akan mengalami masa-masa haid setiap bulannya, ada yang masa haidnya sekali dalam sebulan, ada yang 2 bulan sekali dan sebagainya. Namun ada poin-poin yang harus diperhatikan oleh wanita setelah selesai masa haidnya, salah satunya, jika dia haid bertepatan dengan puasa wajib seperti puasa di bulan Ramadhan misalnya, maka dia wajib mengganti puasanya. Akan tetapi dia tidak wajib mengqodho’ shalat yang ditinggalkan selama dia haid.
Dari Mu’adzah rodhiyallahu
‘anha berkata :
سَأَلْتُ عَائِشَةَ فَقُلْتُ: مَا
بَالُ الْحَائِضِ تَقْضِي الصَّوْمَ، وَلَا تَقْضِي الصَّلَاةَ. فَقَالَتْ:
أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ؟ قُلْتُ: لَسْتُ بِحَرُورِيَّةٍ، وَلَكِنِّي أَسْأَلُ.
قَالَتْ: كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ، فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ، وَلَا
نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلَاةِ
Saya
bertanya kepada Ummul Mukminin Aisyah rodhiyallahu ‘anha kemudian aku berkata
kepadanya : bagaimana orang yang haid itu harus mengqodho’ puasa tetapi tidak
wajib mengqodho’ shalat. Lantas Aisyah bertanya kepadaku : apakah kamu termasuk
orang haruriyyah? Aku pun menjawa : aku bukan orang haruriyyah tetapi aku hanya
bertanya. Aisyah pun lantas berkata : bahwa hal itu (haid) kami alami kemudian
kami diperintahkan untuk mengqodho’ puasa tetapi tidak diperintahkan untuk mengqodho’
shalat. (HR. Muslim, hadist no. 335).
Imam An-Nawawi rohimahullah
berkata di dalam kitabnya Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim :
قولها (فنؤمر بقضاء الصوم ولا نؤمر
بقضاء الصلاة) هذا الحكم متفق عليه أجمع المسلمون على أن الحائض والنفساء لاتجب
عليهما الصلاة ولا الصوم في الحال وأجمعوا على أنه لايجب عليهما قضاء الصلاة
وأجمعوا على أنه يجب عليهما قضاء الصوم قال العلماء والفرق بينهما أن الصلاة كثيرة
متكررة فيشق قضاؤها بخلاف الصوم فإنه يجب في السنة مرة واحدة
Perkataan
Ummul Mukminin Aisyah rodhiyallah ‘anha : “kami diperintahkan untuk mengqodho’
puasa tetapi tidak diperintahkan untuk mengqodho’ shalat.” Hukum ini
sebagaimana yang telah disepakati, kaum muslimin (ulama) sepakat bahwa wanita
haid dan nifas tidak diwajibkan bagi keduanya untuk mengerjakan shalat dan
puasa dalam keadaan tersebut. Dan para ulama sepakat bahwa tidak wajib bagi
keduanya untuk mengqodho’ shalat, dan para ulama sepakat wajib bagi kedunya
untuk mengqodho’ puasa. Para ulama berkata : Perbedaan di antara keduanya,
bahwa shalat itu bilangannya banyak dan sering dilakukan, maka akan menyulitkan
jika di qodho’. Berbeda halnya dengan puasa, di mana hanya diwajibkan satu
tahun sekali. (Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim, jilid 4 halaman 26).
Imam Al-Mawardi rohimahullah
berkata di dalam kitabnya Al-Hawi Al-Kabir :
وَالْفَرْقُ بَيْنَ الصَّلَاةِ فِي
الْقَضَاءِ وَالصَّوْمِ فِي وُجُوبِ الْقَضَاءِ لُحَوْقُ الْمَشَقَّةِ فِي قضائها
للصلاة دون الصيام فزادت المشقة فِي قَضَائِهَا وَقَلِيلَةُ الصِّيَامِ وَعَدَمُ
الْمَشَقَّةِ فِي قَضَائِهِ
Perbedaan
antara mengqodho’ shalat dan kewajiban mengqodho’ puasa bagi wanita haid adalah
adanya kesulitan untuk mengqodho’ shalat (setelah suci) berbeda dengan puasa. Jika
wanita haid wajib mengqodho’ shalat yang ditinggalkan, maka akan bertambah kesulitan
baginya. Berbeda halnya dengan puasa yang lebih ringan tingkat kesulitan dalam
mengqodho’nya. tidak ada kesulitan dalam mengqodho’nya. (Al-Hawi Al-Kabir,
jilid 1 halaman 383).
Imam Al-Qurtubi rohimahullah
berkata di dalam kitabnya Tafsir Al-Jaami’ Li Ahkaamil Qur’an atau dikenal juga
dengan nama Tafsir Al-Qurtubi :
وَأَجْمَعَ الْعُلَمَاءُ عَلَى
أَنَّ الْحَائِضَ تَقْضِي الصَّوْمَ وَلَا تَقْضِي الصَّلَاةَ، لِحَدِيثِ
مُعَاذَةَ
Para
ulama sepakat bahwa wanita yang sedang haid dia wajib mengqodho’ puasa, tapi
tidak wajib mengqodho’ shalat berdasarkan hadist yang diriwayatkan oleh
Mu’adzah. (Tafsir Al-Qurtubi, jilid 3 halaman 83).
Berdasarkan Hadist dan
perkataan ulama di atas, bisa diambil beberapa kesimpulan :
1. Tidak wajib mengqodho’
shalat yang ditinggalkan selama dia haid.
2. Wajib mengqodho’ puasa
apabila bertepatan dengan puasa wajib.
3. Wanita haid dilarang
mengerjakan shalat dan puasa selama dia haid dan jika dia kerjakan, maka
hukumnya haram berdasarkan hadist di atas.
Sekali lagi sebagaimana yang
dikatakan Imam An-Nawawi di atas, para ulama sepakat bahwa wanita haid tidak
diwajibkan mengqodho’ shalat yang ditinggalkan selama dia haid, sedangkan jika
dia haid bertepatan dengan puasa wajib, maka para ulama sepakat dia wajib
mengqodho’nya.
Adapun perbedaan keduanya
kenapa shalat tidak wajib diqodho’ dan kenapa puasa wajib diqodho’? Imam
An-Nawawi mengatakan bahwa shalat itu bilangannya banyak dan sering dilakukan,
maka akan menyulitkan jika di qodho’. Berbeda halnya dengan puasa, di mana
hanya diwajibkan satu tahun sekali.
Bayangkan jika seorang
wanita haid selama 7 hari, dan satu hari jumlah bilangan shalat sebanyak 17, di
mulai dari shalat Subuh hingga shalat Isya. Jika dalam satu hari jumlah
bilangannya 17 dikali sebanyak 7 hari. 17x7=119. Maka jumlah bilangan shalat
yang harus diqodho’ sebanyak 117 selama seminggu. Betapa beratnya yang harus
dilakukan oleh seorang wanita. Maka dari itu Islam memberi keringanan kepada
wanita, tidak diwajibkan mengqodho’ shalat selama dia haid. Dan Islam tidak
mempersulit pemeluknya, tapi mempermudah pemeluknya.
Allah berfirman :
مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ
عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَٰكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ
عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Allah
tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan
menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur. (QS. Al-Maida : 6).
Di dalam surat lain Allah
berfirman :
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ
وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
Allah
menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. (QS.
Al-Baqarah : 185).
Dari Abu Hurairah
rodhiyallahu ‘anhu berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :
إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ، وَلَنْ
يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ، فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا،
وَأَبْشِرُوا، وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَيْءٍ مِنَ
الدُّلْجَةِ
Sesungguhnya
agama itu mudah, dan tidaklah seseorang mempersulit agama kecuali dia akan
dikalahkan (semakin berat). Karena itu, luruskanlah, dekatilah, dan berilah
kabar gembira. Minta tolonglah kalian di waktu pagi, siang hari di kala waktu
istirahat dan di awal malam. (HR. Bukhari, hadist no. 39).
Semoga bermanfaat.
Penulis : Fastabikul Randa
Ar-Riyawi