Pertanyaan :
Bismillahirrohmanirrohim
Saya sering menjumpai keluarga yang memaksa anak perempuannya untuk menikah dengan laki-laki pilihan mereka, padahal anak sudah sering menolak entah karena belum siap atau belum yakin. Saya juga pernah mendengar bahwa keputusan orang yang akan dinikahkan menjadi pertimbangan, bagaimana hukum perkara ini dalam Islam? Syukron.
Dari : Irmala Dewi
Dijawab oleh : Fastabikul Randa Ar-Riyawi حفظه الله تعالى melalui tanya jawab grup
Kajian Whatsapp
Wa'alaikumussalam Warohmatullahi Wabarokatuh.
Tujuan
menikah adalah untuk mencari keridhoan Allah, dengan begitu bisa meraih rumah
tangga yang sakinah, mawaddah dan warohmah.
Akan
tetapi, jika seorang anak menikah atas dasar keterpaksaan, maka sedikit
kemungkinan meraih rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan warohmah.
Allah
berfirman :
وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ
وَلَوْ حَرَصْتُمْ فَلا تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَة
Kalian
sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil kepada istri-istri (mu), walaupun
kamu sangat ingin berbuat demikian. Maka janganlah kamu terlalu cenderung
(kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan kamu biarkan yang lain
terkatung-katung. (QS. An-Nisa' : 129).
Oleh
sebab itu, bagaimanapun misalnya seorang suami ingin yang terbaik untuk
istrinya, jika di dalam hati tidak terdapat rasa cinta dan bahagia, bagaimana
mungkin bisa berbuat adil kepada sang istri? Tentu tidak bisa.
Oleh
karnanya hal ini tidak diperkenankan di dalam Islam. Bahkan ketika seorang
wanita datang kepada Rasulullah mengadukan bahwa dia dipaksa menikah oleh
ayahnya dengan lelaki yang tidak dia cintai, maka Rasulullah membatalkan
pernikahannya tersebut.
Dari
Shohabiyyah Khansa binti Khidzam Al-Anshariyah rodhiyallahu 'anha berkata :
أَنَّ أَبَاهَا زَوَّجَهَا وَهِيَ ثَيِّبٌ فَكَرِهَتْ ذَلِكَ
فَأَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَدَّ نِكَاحَهَا
Bahwa
ayahnya menikahkan dia ketika itu dia janda dengan laki-laki yang tidak
disukai. Maka dia datang menemui Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam untuk
mengadu, maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam membatalkan pernikahannya.
(HR. Bukhari, hadist no. 5138).
Syekh
Al-Bakri berkata di dalam kitab I'anatut Tholibin 'ala Halli Al-Faadzi Fathil
Mu'in :
والحاصل الشروط سبعة: أربعة للصحة، وهي التي تقدمت :
أن لا يكون بينها وبين وليها عداوة ظاهرة، ولا بينها وبين
الزوج عداوة وإن لم تكن ظاهرة، وأن تزوج من كف ء، وأن يكون موسرا بمهر المثل أو
بحال الصداق على الخلاف. فمتى فقد شرط منها كان النكاح باطلا إن لم تأذن
Kesimpulannya,
syarat-syarat bisa memaksa anak untuk menikah ada tujuh perkara : 4 syarat
berdampak pada sah dan tidaknya pernikahan dan sebagaimana yang sudah saya
kemukakan :
1. Tidak
ada perseteruan yang nyata antara wanita dan walinya.
2. Tidak
ada perseteruan antara wanita dan calon suaminya.
3.
Hendaklah menikahkannya dengan laki-laki yang sepadan.
4. Calon
suaminya mampu membayar mahar yang pantas atau mahar tunai.
Jika
salah satu dari yang empat syarat ini tidak terpenuhi, maka pernikahannya tidak
sah, kecuali calon mempelai putri mengizinkan (bersedia) untuk menikah.
(I'anatut Tholibin 'ala Halli Alfaadzi Fathil Mu'in, jilid 3 halaman 354).
Oleh
karnanya, jika seorang anak dipaksa umtuk menikah dengan pilihan orang tuanya,
namun sang anak tidak bersedia, maka pernikahannya tidak sah menurut Syekh
Al-Bakri di atas dan sebagaimana hadist di atas, di mana Rasulullah membatalkan
pernikahan wanita yang dipaksa orang tuanya untuk menikah.
Tidak sah
dalam artian, wanita tersebut berhak mengajukan gugatan perceraian di
pengadilan agama.
Semoga
bisa dipahami.
Wallahu
Ta'ala a'lam.