Salah satu tugas orang tua, terkhusus seorang ayah ketika bayi baru dilahirkan adalah mengumandangkan adzan pada telinga kanan sang anak. Perbuatan ini dianjurkan serta disyari’atkan di dalam Islam untuk dikerjakan. Dasar pengambilan dalil para ulama adalah :
1. Hadits Pertama.
رَوَى أَبُو رَافِعٍ : رَأَيْتُ
النَّبِيَّ أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحَسَنِ حِينَ وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ
Abu
Rafi meriwayatkan : Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengadzani telinga Al-Hasan ketika dilahirkan oleh Fatimah. (HR. Abu Daud,
At-Tirmidzi dan Al-Hakim).
2. Hadits Kedua.
مَنْ وُلِدَ لَهُ مَوْلُودٌ
فَأَذَّنَ فِي أُذُنِهِ الْيُمْنَى وَأَقَامَ فِي الْيُسْرَى لَمْ تَضُرَّهُ أُمُّ
الصِّبْيَانِ
Orang
yang mendapatkan kelahiran bayi, lalu dia mengadzankan di telinga kanan dan
iqamat di telinga kiri, tidak akan celaka oleh Ummu Shibyan. (HR. Abu
Ya’la Al-Mushili).
3. Hadits Ketiga.
عَنِ ابْنِ عَباَّسٍ أَنَّ
النَّبِيَّ أَذَّنَ فيِ أُذُنِ الحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ يَوْمَ وُلِدَ
وَأَقَامَ فيِ أُذُنِهِ اليُسْرَى
Dari
Ibnu Abbas rodhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
melantunkan adzan di telinga Al-Hasan bin Ali ketika dilahirkan, dan
melantunkan iqamah di telinga kirinya”. (HR. Al-Baihaqi).
Para ulama berbeda pendapat
tentang derajat hadist di atas.
Komentar Imam An-Nawawi
tentang hadist Anjuran Mengadzani Bayi
Imam An-Nawawi rohimahullah
berkata di dalam kitab Al-Adzkar :
روينا في سنن أبي داود والترمذي
وغيرهما عن أبي رافع رضي الله عنه مولى رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم أذن في أذن
الحسين بن علي حين ولدته فاطمة بالصلاة رضي الله عنهم . قال الترمذي : حديث حسن
صحيح
Kami
telah meriwayatkan di dalam Kitab Sunan Abu Dawud dan at-Tirmidzi dan selain
keduanya dari Abu Rafi’ rodhiyallahu ‘anhu maulanya Rasululloh shallallahu ‘alaihi
wa sallam, beliau berkata : “Saya telah melihat Rasululloh shallallahu ‘alaihi
wa sallam meng-adzani di telinganya Hasan bin Ali tatkala Fathimah baru saja
melahirkannya dengan adzan sholat semoga Alloh meridhoi mereka semua. Imam
at-Tirmidzi berkata : Ini adalah hadits yang hasan lagi shohih.
(Al-Adzkar, jilid
1 halaman 286).
Banyak beredar bahwa
mengazani bayi yang baru lahir tidak disunnahkan dan beberapa orang dari
kelompok tertentu seperti mencap buruk perbuatan mengazani bayi yang baru
lahir. Padahal para jumhur (mayoritas ulama) berpendapat bahwa mengazani bayi
yang baru lahir hukumnya sunnah, namun karena ketidaktahuannya, dia langsung
mencap bahwa perbuatan mengazani bayi itu buruk dan tidak disunnahkan.
Kelompok seperti ini
biasanya selalu saja ingin menyendiri dari banyak orang, bahkan selalu
mempermasalahkan hal-hal kecil dan tidak mau bersatu. Mereka hanya mau bersatu dengan
yang sekelompok dengannya, sedangkan orang yang tidak sekelompok dengannya dianggap
bermasalah dan tidak mengerjakan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
seperti keyakinan mereka.
Benarkah mengazani bayi
tidak disunnahkan di dalam Islam?
Para ulama berbeda pendapat
mengenai ini :
1. Ulama mazhab Syafi’i.
Imam An-Nawawi rohimahullah berkata di dalam kitabnya
Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzab :
قَالَ جَمَاعَةٌ مِنْ أَصْحَابِنَا يُسْتَحَبُّ
أَنْ يُؤَذِّنَ فِي أُذُنِهِ الْيُمْنَى وَيُقِيمَ الصَّلَاةَ فِي أُذُنِهِ
الْيُسْرَى. وَقَدْ رَوَيْنَا فِي كِتَابِ ابْنِ السُّنِّيِّ عَنْ الْحُسَيْنِ
بْنِ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ (قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ وُلِدَ لَهُ مَوْلُودٌ فَأَذَّنَ فِي أُذُنِهِ
الْيُمْنَى وَأَقَامَ فِي أُذُنِهِ الْيُسْرَى لَمْ تَضُرَّهُ أُمُّ الصِّبْيَانِ)
Sekumpulan
dari ulama-ulama kami (mazhab Syafi’i) berkata : Disunnahkan bagi seseorang
meng-Adzani bayi di telinga bayi yang kanan, dan meng-Iqomatinya di telinganya
yang kiri. Dan sungguh kami telah meriwayatkan di dalam kitab Ibnu As-Sunni
dari Hasan bin Ali rodhiyallahu ‘anhumaa berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi
a sallam bersabda : “Barangsiapa yang dilahirkan baginya seorang anak, kemudian
dia meng-adzaninya di telinganya yang kanan dan meng-iqomatinya di telinganya
yang kiri, maka Jin Ummu Shibyan tidak akan dapat membahayakannya”. (Al-Majmu’
Syarah Al-Muhadzab, jilid 8 halaman 442-443).
2. Ulama mazhab Hambali.
Imam Ibnul Qoyyim rohimahullah
berkata di dalam kitab Tuhfatul Wadud Fii Ahkamil Maulud :
فِي اسْتِحْبَاب التأذين فِي أُذُنه
الْيُمْنَى وَالْإِقَامَة فِي أُذُنه الْيُسْرَى
وَفِي هَذَا الْبَاب أَحَادِيث
أَحدهَا مَا رَوَاهُ أَبُو عبد الله الْحَاكِم حَدثنَا أَبُو جَعْفَر مُحَمَّد بن
دُحَيْم حَدثنَا أَحْمد بن حَازِم بن أبي غرزة حَدثنَا عبيد الله بن مُوسَى أَنا
سُفْيَان بن سعيد الثَّوْريّ عَن عَاصِم بن عبيد الله أَخْبرنِي عبيد الله بن أبي
رَافع عَن أبي رَافع قَالَ رَأَيْت رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم أذن فِي
أذن الْحسن بن عَليّ حِين وَلدته فَاطِمَة رَوَاهُ أَبُو دَاوُد وَالتِّرْمِذِيّ
وَقَالَ حَدِيث صَحِيح.
وسر التأذين وَالله أعلم أَن يكون
أول مَا يقرع سمع الْإِنْسَان كَلِمَاته المتضمنة لكبرياء الرب وعظمته
وَالشَّهَادَة الَّتِي أول مَا يدْخل بهَا فِي الْإِسْلَام فَكَانَ ذَلِك كالتلقين
لَهُ شعار الْإِسْلَام عِنْد دُخُوله إِلَى الدُّنْيَا كَمَا يلقن كلمة
التَّوْحِيد عِنْد خُرُوجه مِنْهَا وَغير مستنكر وُصُول أثر التأذين إِلَى قلبه
وتأثيره بِهِ وان لم يشْعر مَعَ مَا فِي ذَلِك من فَائِدَة أُخْرَى وَهِي هروب
الشَّيْطَان من كَلِمَات الْأَذَان وَهُوَ كَانَ يرصده حَتَّى يُولد فيقارنه
للمحنة الَّتِي قدرهَا الله وشاءها فَيسمع شَيْطَانه مَا يُضعفهُ ويغيظه أول
أَوْقَات تعلقه بِهِ
وَفِيه معنى آخر وَهُوَ أَن تكون
دَعوته إِلَى الله وَإِلَى دينه الْإِسْلَام وَإِلَى عِبَادَته سَابِقَة على
دَعْوَة الشَّيْطَان كَمَا كَانَت فطْرَة الله الَّتِي فطر عَلَيْهَا سَابِقَة على
تَغْيِير الشَّيْطَان لَهَا وَنَقله عَنْهَا ولغير ذَلِك من الحكم
Disunnahkannya mengadzani bayi
ditelinga sebelah kanan dan di iqomati ditelinga sebelah kiri
Di dalam bab ini terdapat sejumlah
hadist-hadist mengenai mengadzani bayi dan mengiqomatinya ketika dilahirkan,
salah satunya adalah hadits yang diriwayatkan oleh abu abdillah al-hakim.
Menceritakan abu ja’far bin Muhammad bin duhaim, menceritakan ahmad bin hazam
bin abi gharzah, menceritakan ‘ubaidillah bin musa sufyan bin sa’id at-tsauri,
dari ‘ashim bin ‘ubaidillah, mengabarkan kepada saya ‘ubaidillah bin abi rafi’,
dari abi rafi’ berkata: “Saya melihat Rasulullah adzan ditelinga hasan bin ali
ketika Fatimah melahirkan”. (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi). Imam At-Tirmidzi
berkata : Hadist ini Shahih.
Dan Sirr
(Rahasia) mengadzani bayi, Wallahu A’lam: yaitu supaya yang didengarkan manusia
pertama kali adalah ucapan yang mengandung kebesaran Rabb dan keagunganNya
serta syahadat yang pertama kali memasukkanya kedalam islam, jadi ibarat
mentalqinkannya tentang syiar Islam ketika memasuki dunia, sebagaimana dia
ditalqin ketika keluar dari dunia, dikarenakan juga sampainya pengaruh adzan
kedalam hatinya tidak dan kesan adzan pada dirinya tidak dipungkiri, meskipun
dirasakan ada faedah lain dalam hal itu, yaitu larinya setan dari kalimat
adzan, dimana setan senantiasa menunggunya kelahirannya, lalu menyertainya
karena takdir Allah dan kehendakNya, maka dengan itu setan yang menyertainya
mendengar sesuatu yang melemahkannya dan membuatnya marah sejak pertama
mengikutinya.
Dalam
hal itu ada hikmah lain yaitu supaya seruan kepada Allah dan agama islam serta
ibadahnya mendahului dakwahnya setan. Sebagaimana Allah telah Menciptakannya di
atas fitrah tersebut untuk mendahului perubahan yang dilakukan setan kepadanya,
serta hikmah-hikmah lainnya”. (Tuhfatul Wadud Fii Ahkamil Maulud, jilid 1
halaman 30-31).
Ibnu Qudamah rohimahullah
berkata di dalam kitabnya Al-Mughni :
قَالَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْم:
يُسْتَحَبُّ لِلْوَالِدِ أَنْ يُؤَذِّنَ فِي أُذُنِ ابْنِهِ حِينَ يُولَدُ؛ لِمَا
رَوَى عَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَافِعٍ، عَنْ أُمِّهِ، «أَنَّ النَّبِيَّ - صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحَسَنِ حِينَ وَلَدَتْهُ
فَاطِمَةُ» . وَعَنْ عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ، أَنَّهُ كَانَ إذَا وُلِدَ
لَهُ مَوْلُودٌ، أَخَذَهُ فِي خِرْقَةٍ، فَأَذَّنَ فِي أُذُنِهِ الْيُمْنَى،
وَأَقَامَ فِي الْيُسْرَى، وَسَمَّاهُ
Sebagian
ahli ilmu berpendapat : Anjurkan bagi seorang ayah untuk mengumandangkan adzan
di telinga anaknya ketika baru dilahirkan. Sebagaimana yang diriwayatkan
Abdullah bin Rofi’, dari ibunya : (Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengazankan di telinga Hasan ketika Fatimah melahirkannya.) Dan dari Umar bin
Abdul Aziz, bahwa seorang anak dilahirkan, maka hendaklah dia mengambilnya dan
membersihkannya dengan kain pembersih, serta mengazankan di telinga kirinya,
mengiqomatinya dan memberikannya sebuah nama. (Al-Mughni, jilid 9 halaman 464).
3. Ulama mazhab Hanafi.
Ibnu Abidin rohimahullah
berkata di dalam kitab Roddul Mukhtar ‘ala Ad-Durril Mukhtar :
مَطْلَبٌ فِي الْمَوَاضِعِ الَّتِي
يُنْدَبُ لَهَا الْأَذَانُ فِي غَيْرِ الصَّلَاةِ .(قَوْلُهُ:
لَا يُسَنُّ لِغَيْرِهَا) أَيْ مِنْ الصَّلَوَاتِ وَإِلَّا فَيُنْدَبُ
لِلْمَوْلُودِ
Tempat-tempat
(waktu) yang dianjurkan untuk melaksanakan adzan selain waktu shalat (Maksud
perkataan itu adalah : tidak disunnahkan pada selainnya) Artinya selain untuk
shalat, salah satunya dianjurkan mengumandangkan adzan pada saat kelahiran
seorang bayi. (Roddul Mukhtar ‘ala Ad-Durril Mukhtar, jilid 1 halaman 385).
4. Mazhab Maliki.
Syekh Al-Hattob Ar-Ru’aini rohimahullah
berkata di dalam Mawahib Al-Jalil Fi Syarhi Mukhtashar Kholil :
(قُلْتُ) وَقَدْ جَرَى عَمَلُ النَّاسِ
بِذَلِكَ فَلَا بَأْسَ بِالْعَمَلِ بِهِ وَاَللَّهُ أَعْلَمُ
Saya
berkata: Orang-orang telah terbiasa melakukan hal itu (mengadzani dan mengiqomati
bayi), maka tidak apa-apa dilaksanakan. (Mawahib Al-Jalil Fi Syarhi Mukhtashar Kholil,
jilid 1 halaman 434).
Pendapat yang memakruhkan :
Sebagian ulama mazhab Maliki
yang lainnya memakruhkan.
Syekh Al-Hattob rohimahullah
berkata di dalam Mawahib Al-Jalil Fi Syarhi Mukhtashar Kholil :
قَالَ الشَّيْخُ أَبُو مُحَمَّدِ
بْنِ أَبِي زَيْدٍ فِي كِتَابِ الْجَامِعِ مِنْ مُخْتَصَرِ الْمُدَوَّنَةِ
وَكَرِهَ مَالِكٌ أَنْ يُؤَذَّنَ فِي أُذُنِ الصَّبِيِّ الْمَوْلُودِ انْتَهَى
Syekh
Abu Muhammad bin Abi Zaid berkata dalam kitab Al-Jami’ min Mukhtasharil
Mudawwanah : Imam Malik memakruhkan mengazani pada telinga bayi yang baru
dilahirkan. Selesai. (Mawahib Al-Jalil Fi Syarhi Mukhtashar Kholil, jilid 1
halaman 434).
Berdasarkan
pendapat-pendapat ulama di atas, bahwa jumhur (mayoritas) ulama mengatakan
bahwa sunnahnya mengazani bayi di telinga kanan bayi ketika baru dilahirkan.
Adapun pendapat yang memakruhkan hanya sedikit, dan tentunya kita lebih
mengikuti pendapat jumhur (mayoritas) ulama.
Namun ada sebuah kelompok yang
selalu ingin tampil beda dari kaum muslimin, bisa ditebak bahwa kelompok
tersebut yang mengkotak-kotak kaum muslimin dan tidak menerima ilmu kecuali
dari ustadznya. Padahal mayoritas ulama mengatakan disunnahkan mengazani bayi
yang baru dilahirkan, tapi mereka tidak mau Bersatu dengan kaum muslimin,
akhirnya mereka selalu menyendiri. Tapi anehnya mereka mengaku bahwa merekalah
yang disebut kelompok aneh di dalam hadist yang akan dijauhi karna mengamalkan
sunnah, padahal mereka cuma mengklaim saja dan klaim tersebut tidak benar,
karna mereka hanya mengikuti ustadz-ustadz mereka, dan jarang mau mengikuti pendapat
mayoritas ulama. Mereka memilih pendapat ulama yang sesuai dengan hawa nafsu
mereka. Itulah sekilas ciri-ciri kelompok yang tidak mau bersatu dengan kau
muslimin.
Semoga bermanfaat.
Penulis : Fastabikul Randa
Ar-Riyawi