Membuat tato hukumnya haram
di dalam Islam dan termasuk dosa besar karena adanya laknat dari baginda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi tukang tato dan orang yang
meminta dibuatkan tato.
Dari ‘Aun bin Abi Juhaifah,
dari Ayahnya berkata :
لَعَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الوَاشِمَةَ وَالمُسْتَوْشِمَةَ
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
melaknat tukang tato dan orang yang minta dibuatkan tato. (HR. Bukhari, hadist
no. 5347).
Lalu, apakah tato harus
dihilangkan?
Imam An-Nawawi rohimahullah menuqil
pendapat Imam Ar-Rofi’i sebagaimana disebutkan di dalam kitab Al-Majmu’ Syarah
Al-Muhadzab :
قال الرافعى وفى تعليق الفرا
أَنَّهُ يُزَالُ الْوَشْمُ بِالْعِلَاجِ فَإِنْ لَمْ يُمْكِنْ إلَّا بِالْجُرْحِ
لَا يُجْرَحُ وَلَا إثْمَ عَلَيْهِ بعد التوبة
Imam Ar-Rofi’i berkata : di
dalam Ta’liq Al-Farro disebutkan : tato harus dihilangkan dengan diobati.
Jika tidak mungkin dihilangkan kecuali harus dilukai, maka tidak perlu dilukai,
dan tidak ada dosa setelah bertaubat. (Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzab, jilid 3
halaman 139).
Orang yang bertato harus
bertaubat kepada Allah dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi,
karena tato termasuk salah satu dosa besar dan hareus dijauhi oleh seorang
muslim.
Apakah wudhu’ dan shalat
orang yang bertato sah?
Fatawa As-Syabakah
Al-Islamiyah mengeluarkan fatwanya :
فلا يخفى عليك أن وضع الوشم على
الجسد ذنب عظيم، ومع ذلك لا تأثير له على صحة الصلاة
Tidak
diragukan lagi bahwa membuat tato di badan termasuk dosa besar, walaupun
demikian, hal itu tidaklah berpengaruh atas keabsahan shalat. (Fatawa
As-Syabakah Al-Islamiyah, jilid 11 halaman 7244).
Artinya, jika shalatnya sah
otonatis wudhu’nya sah, karena syarat sahnya shalat adalah dengan berwudhu’ dan
tidak sah shalat seorang muslim kecuali dengan berwudhu’. Maka dari itu tato
tidak menghalangi air ke kulit dan wudhu’nya tetap sah dan shalatnya pun tetap
sah, namun dia harus bertaubat kepada Allah dan menyesali atas perbuatan yang
dulu pernah dia lakukan serta berjanji tidak akan mengulanginya lagi.
Semoga bermanfaat.
Penulis : Fastabikul Randa
Ar-Riyawi