Banyak orang-orang sekarang yang apabila dia gagal faham, maka dia biarkan kegagal fahaman tersebut berlarut-larut dan tidak mau mendengarkan perkataan orang lain. Salah satunya adalah dalam menanggapi sebuah pernyataan : "Ambil baiknya buang buruknya".
Mereka seakan-akan menyerukan untuk meninggalkan guru yang apabila mempunyai
kesalahan, maka guru tersebut harus ditinggalkan.
Perbuatan seperti ini lebih batil lagi. Kenapa? Karena tidak ada
manusia yang bisa terlepas dari kesalahan. Dan tidak bisa apabila guru tersebut
mempunyai kesalahan langsung ditinggalkan. Sementara betapa banyak
kebaikan-kebaikannya yang lain yang harus diambil.
Oleh karena doktrin dari sebagian kelompok, akhirnya banyak kaum Muslimin
terutama anak-anak muda meninggalkan guru-guru yang ilmu agamanya bagus, tapi
karena ada beberapa kesalahan menurut mereka, maka mereka meninggalkan guru
tersebut. Tentunya bukan seperti ini yang dikehendaki di dalam
Islam. Kecuali dia mengambil ilmu dari orang-orang yang jelas menyimpang
pemahamannya, maka baru dipermasalahkan.
Akan tetapi di zaman sekarang ini tolak ukurnya adalah : " Jika guru
tersebut tidak sesuai dengan pemahaman guru mereka, maka akan ditinggalkan,
sekalipun ilmu agamanya lebih bagus daripada guru mereka."
Artinya tolak ukurnya bukan lagi Al-Qur'an dan Hadist, tapi pemahaman guru
mereka. Dan ini sangat tidak bisa diterima dan merekalah sebenarnya yang
syubhat.
Guru yang mereka tinggalkan itu menyampaikan sesuatu yang diperselisihkan oleh
para ulama. Namun ada kelompok tertentu yang tidak setuju dengan pendapat yang
disampaikan, kemudian menyalahkan guru tersebut dan menganggapnya sebagai
syubhat. Padahal hanya gara-gara mengambil pendapat para ulama yang juga
berbeda.
Jika mereka meninggalkan guru hanya karena ini, maka merekalah pembuat syubhat
itu. Karena seharusnya tidak boleh mengambil ilmu kepada orang-orang yang
memang tidak ahli di dalam ilmu agama atau melenceng pemahamannya. Bukan karena
berbeda pendapat ulama yang dia ambil langsung dibilang syubhat dan
ditinggalkan semua kebaikan-kebaikannya.
Orang yang mengatakan : "Ambil baiknya dan buang buruknya sebagai sesuatu
yang syubhat", maka sebenarnya pemahaman dialah yang syubhat.
Kenapa? Karena ternyata ulama-ulama salaf terdahulu juga mengajarkan seperti
itu. Jika tidak seperti itu, bagaimana mungkin Imam Bukhari menerima perowi hadist
dari seorang Syi'ah bernama Ismail bin Zakariya al-Khalqani.
Jika Imam Bukhari menolak ambil baiknya buang buruknya, maka perowi Syi'ah
ini tentulah akan ditolak oleh Imam Bukhari. Karena Imam Bukhari begitu ketat
dalam menyeleksi hadist-hadist baginda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam.
Imam Ahmad Rohimahullah pernah berkata :
لاَ تُـقَـلِّدْنِى وَ لاَ مَالِكًا
وَ لاَ الشَّافِعِيَّ وَ لاَ اْلاَوْزَاعِيَّ وَ لاَ الثَّوْرِيَّ وَ خُذْ مِنْ
حَيْثُ اَخَذُوْا
Janganlah
kamu bertaqlid kepadaku, jangan pula kepada Malik, jangan pula kepada
Asy-Syafi'i, dan jangan pula kepada Al-Auza'i,,dan jangan pula kepada
Ats-Tsauri, tetapi ambillah dari tempat mereka mengambilnya, yaitu Al-Qur'an
dan Sunnah.
Perkataan ini menunjukkan bahwa jika perkataan ulama mazhab ada yang
bertentangan dengan Al-Qur'an dan Hadist, maka tinggalkan perkataan mereka dan
ikuti Al-Qur'an dan Hadist.
Tapi apakah maknanya, jika pendapat mereka salah ditinggalkan kebaikan-kebaikan
yang ada pada mereka semuanya?
Hanya orang gila yang seperti itu. Karena tidak ada manusia yang sempurna. Dan
tidak ada satupun manusia di dunia ini yang terbebas dari dosa.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ
وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
Setiap
anak Adam pernah berbuat salah dan sebaik-baik yang berbuat salah adalah yang
bertobat dari kesalahannya. (HR. At-Tirmidzi, hadist no. 2499).
Oleh sebab itu, jika ada yang menganggap pernyataan : "Ambil baiknya
dan buang buruknya" Sebagai sesuatu yang syubhat, maka saya mau tau
cara dia bersikap kepada istrinya, orang tuanya, keluarganya dan sebagainya.
Apakah jika istrinya punya salah otomatis dia melupakan kebaikan-kebaikan istrinya
dan lalu menceraikannya? Tentunya hanya orang gila yang seperti ini.
Jika qoidah ini tidak diterapkan, maka tidak akan ada guru di dunia
ini. Karena tidak ada satupun manusia yang terlepas dari kesalahan.
Begitu juga mengikuti ormas, selagi ormas tersebut berpegang teguh kepada
Al-Qur'an dan Sunnah, maka ikuti, jika tidak setuju, maka tinggalkan dan jangan
mencaci.
Setuju ikuti, jika tidak maka tinggalkan.
Semoga bermanfaat.
Penulis : Fastabikul Randa
Ar-Riyawi